Wakil Rakyat Doyan Blunder
Pandemi berjalan dan ada suatu hal yang selama ini nggak keliatan nyata dan sekarang sedang diperlihatkan dengan sangat nyata. Itu adalah gagap komunikasi dari beberapa pejabat publik, yang berkesan nggak ada simpatinya. Belakangan bahkan ada anggota DPR, yak anda benar, dewan perwakilan RAKYAT yang dengan pede dan lantang ngomong minta jangan sampe mereka nggak dapet UGD kalo lagi sakit.
Beberapa bulan yang lalu ada sebuah khotbah jumat yang menurutku bisa menggambarkan situasi sekarang ini. Kurang lebih isi khutbahnya adalah si penceramah mengatakan kalau dalam islam, ada pihak-pihak yang bertugas menyampaikan dan ada pula yang berwenang mengeluarkan fatwa.
Pihak yang berwenang mengeluarkan fatwa ini salah satunya adalah MUI, dimana MUI memang memiliki kapabilitas untuk mengeluarkan fatwa. Nah kebayang nggak kalo orang yang seharusnya hanya menyampaikan malah membuat fatwa dan dipercaya orang banyak. Mending kalo fatwa nya bener, kalo ngaco gimana?
Permasalahannya adalah kadang kita nggak ngerti hirarki dalam mengeluarkan sebuah fatwa. Bahkan sampai hari itu aku masih merasa bahwa apa yang dibilang sama seorang pemuka agama tentang sebuah agama itu adalah sebuah fatwa yang sah. Kan sebagai manusia biasa kita sulit memvalidasi mana fatwa yang sah mana yang nggak.
Dan aku setuju banget, bahkan hal ini sebaiknya nggak berhenti di konteks agama aja. Sampe ke ranah politik kalo perlu. Karena sekarang banyak banget pejabat publik yang nggak punya wewenang atau bahkan dengan cap “wakil rakyat” justru mengeluarkan statement yang kontra sama keinginan rakyat.
Jujur apa yang dikatakan sama beberapa pejabat akhir-akhir ini bener-bener meresahkan bahkan pak jokowi sampai turun tangan ngomong jangan mengeluarkan statement yang meresahkan dan terkesan nggak ada simpatinya ke rakyat.
Yang jadi momok menakutkan bukan ocehan mereka, tapi menurunnya kepercayaan rakyat ke pemerintah-nya karena ada orang yang dengan sengaja blunder padahal mereka tidak sedang mewakili suara kepemerintahan, dan tidak berselang lama ada orang dari pemerintahan yang mencoba mempertahankan kepercayaan rakyat dengan mengklarifikasi omongan dari onkum ini. Disinilah awal mula pemerintah terlihat plin-plan.
Padahal dalam kepemerintahan ada eksekutif dan ada legislatif dimana dua fungsi ini memiliki kepentingan yang berbeda. Nggak bisa disalahin rakyatnya juga, karena dimata rakyat, legislatif maupun eksekutif, dua-dua nya tetep pejabat negara. Mau yang blunder legislatif, eksekutifnya juga dianggap dan harus menanggung keblunderan legislatif.
Maksudnya gini, kalo kalian adalah orang kesehatan yang ngomonglah masalah kesehatan. Kalo kalian adalah orang ekonomi maka berbicara dan mengocehlah masalah ekonomi, dan kalo kalian adalah wakil rakyat, ya berbicaralah mewakili keresahan rakyat. Bukan mewakili keresahan sesama wakil rakyat.
Penting banget buat mereka tau apa yang publik mau ditengah pandemi yang ngebikin semuanya jadi serba sulit ini. Segala omongan dari orang yang dianggap berpengaruh akan membawa dampak sedikit atau banyak. Sialnya sekarang tidak semua orang yang berpengaruh ngerti atau bahkan sadar akan pengaruh omongan mereka.
Kebebasan berbicara sering banget dijadikan senjata buat mereka bisa ngomong seenak jidat tanpa mikirin orang lain. Mungkin mereka lupa kalau setiap manusia itu memiliki atribut dan disetiap atribut yang menempel terdapat tanggung jawabnya masing-masing.
Contoh paling gamblang adalah dokter lois, dimana beliau ini kan adalah seorang dokter yang omongannya tentang dunia kesehatan dan per covid an pasti didengarkan. Dengan pedenya ngomong kalau nggak percaya covid dan beberapa teori yang memakan korban hari ini. Masalahnya bukan pada dokter lois ini punya hak untuk berbicara atau nggak, tapi terletak di title dokter yang beliau sandang.
Dengan title seorang dokter dan digabungkan dengan keadaan pandemi yang semakin mencekik untuk beberapa orang, omongan dokter lois akhirnya memakan korban jiwa. Mungkin sesama orang yang paham akan kesehatan nggak akan tertipu dengan mudahnya, tapi gimana dengan orang yang udah 3 hari nggak ada pemasukan sama sekali dan anaknya udah nangis terus minta susu? Lalu tiba-tiba ada seorang dokter yang ngomong kalau covid tidak nyata, mendadak lois jadi orang yang dipuja oleh orang dengan keadaan terdesak seperti ini.
Mungkin ada dari kalian yang mikir ‘yah, berarti nggak boleh dong kita berpendapat masalah covid? Kan kita bukan dokter’. Berpendapat itu boleh, tapi jangan mengeluarkan teori apapun apalagi mengeluarkan statement yang seolah itu adalah fakta baru. Kalo yang bertugas mengeluarkan teori dan beberapa spekulasi itu sudah ada sendiri orangnya, tugas kita cuma duduk, lihat baik-baik dan kritisi saat ada yang nggak bener.
Mengkritik seorang dokter boleh, tapi jangan sampe sekali-kali ngeluarin teori kedokteran kalo kita bukan dokter.