Teori padang gurun

Berjalan dipadang gurun yang panas sering membuat kita berhalusinasi tentang sebuah oase

Light Bulp
3 min readNov 5, 2020
Photo by Giorgio Parravicini on Unsplash

Belakangan ada yang baru saya sadari dan ini benar-benar sesuatu yang sangat bodoh bahwa baru bisa menyadari hal ini belakangan, kayanya untuk artikel ini akan dibuat dalam bentuk podcast juga deh kalo nggak males. Serius this will blow your mind.

Oke kita mulai dari hal yang paling sederhana, sebuah kalimat yang mungkin terdengar biasa aja tapi coba renungkan lebih dalam dan kalian akan sadar bahwa kalimat ini benar :

Hidup ini sederhana, kita aja yang bikin susah

Gimana? Simple toh? Beneran ini kalimat emang sebenar-benarnya benar. Ngerti nggak kenapa kita suka kebingungan ngasih saran ke kawan kita yang sedang tertimpa musibah? Entah itu putus dengan pacar atau sedang kehilangan promosi yang sudah mereka idam-idamkan. Dan semua solusi itu berakhir dengan kalimat ‘Sudah sabar, ikhlaskan saja mungkin belum jalannya’ walaupun mereka juga pasti akan ngebatin ‘Sabar-sabar, enak ngomong sabar, ngejalaninnya susah’.

Atau mungkin kita sudah mencita-citakan memiliki rumah impian dan sebuah mobil keluarga impian sekian lama dan awalnya kita baik-baik saja sampai teman sejawat kita bisa memiliki apa yang kita impi-impikan dan hidup kita menjadi berubah semakin gelisah.

Oke kita bahas dari yang pertama, ‘Sabar’ adalah sebuah kalimat yang paling sering kita keluarkan untuk menenangkan teman kita yang sedang mengalami ujian atau cobaan, walaupun dalam hati mereka akan menyangkal bahwa sulit untuk sabar. Tapi bagaimana jika memang itu satu-satunya solusi yang harus diambil? Kadang dalam hidup kita nggak dikasih banyak solusi dan bukankah itu bagus?

Kebayang nggak kalau kita sedang berduka dan kita juga harus memikirkan alternatif solusi yang banyak, bisa mbeledos ini kepala. Yap benar sekali, jika kalian sedang mengalami musibah jalan yang harus kalian ambil adalah sabar dan terus maju. Simple toh? Trus yang bikin masalah makin ribet apa?

Balas dendam dan cari pelampiasan, ini nih yang bikin jadi makin ribet. Itu kenapa disetiap film selalu ada adegan dimana si aktor utamanya terjerumus dan baru sadar saat semuanya sudah terlambat. Kenapa juga kita bikin kepala makin pusing dengan buat masalah yang baru, orang kita aja udah pusing sama masalah yang terjadi sekarang. Jadi solusinya adalah SABAR

Lalu dengan masalah yang kedua, memiliki mimpi dan melombakannya adalah 2 hal yang berbeda. Kalian musti camkan ini baik-baik, karena saat kita memiliki mimpi maka yang terjadi seharusnya kita semangat untuk meraih mimpi kita, sedangkan jika kita melombakannya maka yang terjadi adalah kita akan semangat untuk memenangkan perlombaan. Lalu bagimana jika kalah? Ya sedih, frustasi, linglung, merasa menjadi orang paling rendah martabatnya, dan mungkin minder.

Ini yang belakangan terjadi dengan saya, punya mimpi tapi selalu kecewa dengan diri sendiri padahal saya masih terlalu jauh dengan mimpi itu. Setelah ditelusuri permasalahnnya adalah saya selalu melombakan mimpi saya, membandingkan pencapaian yang sudah saya dapat dengan pencapaian orang lain. Padahal kalo dipikir-pikir, memang kalau hidup ini dilombakan, kriteria pemenangnya seperti apa? Dimana garis finishnya? Ada yang tau?

Saya punya sebuah teori menarik, yang disebut teori padang gurun

Berjalan dipadang gurun yang panas sering membuat kita berhalusinasi tentang sebuah oase, saat kita mengejarnya dan sampai ditujuan ternyata yang kita temukan hanya sebuah pohon kaktus yang dihuni ratusan kalajengking gurun.

Sama seperti yang mungkin kebanyakan dari kita lakukan, karena kita sudah lelah menjalani hidup yang penuh halang rintang dan cobaan maka kita selalu berhalusinasi dengan kemenangan semu. Padahal itu bukan sebuah kemenangan, malah itu adalah sesuatu yang menjerumuskan.

Pernah nggak ketemu dengan orang yang rela menghabiskan sebagian besar gajinya hanya untuk membayar kredit demi dibilang sebagai orang yang mapan karena punya rumah dan punya mobil? Sering dong pasti?

Atau bertemu dengan orang tua muda yang sebenarnya belum siap memiliki seorang anak tapi karena kebanyakan dari temannya sudah upload foto dede gemes di instagram akhirnya mereka memutuskan memiliki anak? Sering dong pasti?

Atau mungkin bertemu dengan pasangan yang ngeyel banget menikah padahal mereka belum siap bertanggungjawab satu sama lain hanya karena desakan sosial? Lebih sering dong pasti?

Percaya deh semua itu kemenangan semu, karena sebenarnya tidak ada yang namanya menang didunia ini. Seorang pelari marathon dianggap menang saat dia melewati garis finish dan menjadi yang terdepan, seorang petinju dianggap menang saat bisa menjatuhkan lawan, bagimana dengan hidup? Tidak ada kriteria kemenangan dalam hidup, begitu pula kekalahan.

Jadi, kesimpulannya sangat sederhana :

Berhenti berlomba dan jalani hidupmu

--

--

Light Bulp
Light Bulp

No responses yet