Sekolah negeri dan swasta

Sebenernya ini pengalaman pribadi, bisa jadi salah sih

Light Bulp
3 min readOct 18, 2022
Photo by CDC on Unsplash

Aku mau cerita salah satu keanehan yang tak alamin semenjak aku tinggal di Jabodetabek, ini beneran berlaku di Jabodetabek. Aku sebenernya officially tinggal di Bekasi. Tapi aku udah memastikan ini terjadi di Jabodetabek jadi aku berani ngeclaim kalo ini kejadian di Jabodetabek.

Keanehan yang tak maksud adalah tentang sekolah.

Di Jabodetabek, sekolah idaman semua orang tua adalah sekolah swasta, karena mereka menilai dan sepertinya memang benar bahwa sekolah swasta di Jabodetabek memang lebih memiliki kualitas ketimbang kebanyakan sekolah negeri yang ada disini.

Ini bener-bener kebalikan dari yang ada di Jawa Timur, terutama di kota kelahiranku. Disana, anak yang masuk ke sekolah swasta itu adalah anak buangan yang nggak bisa keteima disekolah negeri. Bahkan nggak sedikit orang yang rela ngeluarin uang banyak untuk masukin anaknya ke bimbel mahal agar mereka bisa keterima di sekolah negeri.

Di daerah kelahiranku bahkan sekolah swasta itu imagenya adalah sekolahnya anak badung yang isinya cuman tawuran dan nggak bisa diatur. Jadi di daerah kelahiranku, anak yang dinilai pintar adalah mereka yang bisa bersekolah tanpa harus bayar mahal-mahal.

Sederhananya masuk sekolah swasta itu aib kalo disana.

Kalo di Jabodetabek justru kebalikannya, kalo orang tuanya nggak bisa provide dana yang lebih untuk anaknya bisa bersekolah di sekolah swasta yang mahalnya ampun-ampunan, maka masa depan anaknya akan terancam.

That’s why di sini orang miskin jadi tambah miskin, karena tanpa sarana keuangan yang memadai, sulit untuk mereka mendapatkan lingkungan pendidikan yang baik. Bahkan jika sang anak memiliki kemampuan, kalau orang tuanya nggak bisa menyediakan dana, ya mereka terpaksa harus berakhir di sekolah negeri dengan segala keterbatasannya.

Disadari atau tidak, kita terbentuk karena lingkungan. Dan bisa ditebak lah lingkungan apa yang paling berpengaruh terhadap anak berumur 17–20 tahun. Bener sekali, lingkungan pendidikan.

Diumur-umur ini pengaruh orang tua sudah sangat kecil.

Ini kejadian di aku, aku lahir di keluarga yang sama sekali nggak ada contoh satu orang pun yang kuliah. Bahkan banyak diantara saudara sepupu dari mamaku nggak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kebanyakan dari mereka memilih untuk bekerja membantu kedua orang tuanya.

Tapi karena lingkungan sekolahku kebanyakan dari mereka meneruskan ke pendidikan tinggi di kota-kota besar yang ada di Indonesia, maka muncul perasaan pengen kuliah juga ke perantauan.

Perasaan pengen ini muncul bukan karena kesadaran orang tuaku, karena basically orang tuaku juga nggak ada yang kuliah, ayahku hanya tamatan STM dan mamaku hanya tamatan SD. Karena mereka melihat semangat yang muncul dari aku, maka mereka berusaha semaksimal mungkin untuk menyekolahkanku ke perguruan tinggi.

Perjuangan mereka ternyata nggak sia-sia sampai mereka jual rumah, sekarang adikku pun juga sudah selesai kuliah dan aku juga sudah mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.

Beneran deh ini kayanya harus jadi concern buat pemerintah untuk lebih ngeliat pendidikan di sekolah negeri yang ada di Jabodetabek, karena kalo ngomongin sekolah negeri, pasti secara kurikulum mirip, secara spesifikasi tenaga pengajar mirip dan beberapa regulasi yang ada di dalamnya juga nggak jauh-jauh banget lah harusnya.

Tapi kenapa yang ada perbedaan visi anak yang sekolah disana dan beberapa pandangan terhadap dunia perguruan tinggi. Menyedihkan banget kan ya? Ini sama kayak KFC yang buka cabang di banyak tempat tapi disetiap cabang, rasa ayamnya beda-beda. Standart kualitasnya kan jadi dipertanyakan.

--

--

Light Bulp
Light Bulp

No responses yet