Salah Lawan
“Bu Marsiah, saya turut berduka cita atas kematian anak ibu” ucap seorang dengan seragam aparat yang mencoba untuk berkomunikasi dengan seorang ibu tua yang sedang menangisi kepergian anaknya. “Saya ndak ikhlas anak saya dibeginikan, awas koe bakal mati gak tenang wes ndue urusan karo aku” ibu tua itu memelototkan mata dengan segala kobaran emosinya.
Tak lama kemudian ada mobil datang lengkap dengan iring-iringan aparatnya. Namanya Warsono, dia adalah jendral tingkat atas di negara ini, dia adalah orang yang dihormati dan disegani oleh seluruh orang di negara ini. “Bu saya mohon maaf sebesar-besarnya, kejadian ini murni kecelakaan, anak saya tidak sengaja melakukannya. Saya siap bertanggungjawab dengan cara apapun” ucap sang jendral.
“Getih dibayar getih, nek anak e sampean gak mabok, anakku gak bakalan dadi korban e” terlihat wajah yang sangat murka dari bu Marsiah, dan beberapa tetesan air mata di pipinya yang sudah keriput.
“Dar, tulung diurus iki” Warsono memanggil asisten pribadinya dan mengisyaratkan untuk mengambil sesuatu. Dan tak lama asisten pribadinya datang dengan membawa segepok uang ratusan ribu lengkap dengan amplop bewarna coklat. “Bu, saya ndak bisa berbuat banyak, niki semoga cukup” Warsono memberikan amplop coklat berisi gepokan uang.
“AKU RA BUTUH DUITMU” dilemparkan uang itu ke wajah sang jendral. Terlihat wajah yang merah padam pertanda murka dari sang jendral. Warsono mendekatkan wajahnya ke bu Marsiah sembari berbisik “saya nggak bisa berbuat banyak, kalo anda tidak menerima uang ini, baiklah saya anggap ini semua selesai, anda tau sedang berurusan dengan siapa kan?”
Assisten sang jendral langsung memunguti uang yang berceceran, dan memasukannya kembali kedalam amplop. Tanpa banyak bicara jajaran jendral ini kembali kedalam mobil dan melaju kencang meninggalkan rumah bu Marsiah. Sedangkan gepokan uang itu diletakan diatas meja makan dan tanpa ada seorangpun yang menyentuh.
Bu Marsiah langsung meraih handphone yang tergeletak didepan meja televisi, dengan bibir bergetar tak sanggup menahan emosi dia menelpon seseorang “le, mulih saiki, adekmu wes gak ono”
Bu Marsiah tinggal disebuah perumahan dengan ukuran yang cukup ditinggali dua orang. Beliau memiliki anak yang saat ini sedang merantau di Eropa untuk keperluan studi nya, selama ini Bu Marsiah hidup dari hasil kerja anak pertamanya itu.
“Assalamualaikum, bukkkk” suara ketokan muncul dari depan pintu. Tak makan waktu Bu Marsiah sudah sangat hafal dengan suara orang yang ada dibalik pintu itu “Jasmoro…” bu Marsiah tak dapat menahan tangisnya dan segera memeluk anak pertama nya dengan erat.
“Ono opo to buk? Kok bisa sampek seperti ini?” ucap Jasmoro dengan wajah yang mencoba tenang tanpa kesedihan terpancar.
“Adekmu kecelekaan Jas, ditabrak karo anak e Warsono…”
“Warsono? Warsono jendral bintang 5 kui buk?” Jasmoro memotong omongan ibunya.
Bu Marsiah mengangguk tanda mengiyakan pertanyaan dari Jasmoro. Panjang lebar bu Marsiah menjelaskan kronologi kematian adek Jasmoro dan segala jalan hukum yang sudah ditempuh menemui titik buntu yang tidak ada ujungnya, bahkan sekarang ibunya dituntut balik atas pencemaran nama baik.
Tak lama perbincangan mereka dimulai, dari arah pintu depan terdengar suara ketokan pintu yang cukup keras “BU MARSIAH, KELUAR, KAMI DARI KEPOLISIAN”. Kaget wajah bu Marsiah, dengan badan yang terseok-seok beliau membuka pintu diikuti Jasmoro dari belakang.
“Benar anda bu Marsiah?” ucap salah satu polisi tegas.
“Benar pak” wajah bu Marsiah gemetar.
“Anda kami tangkap atas dugaan pencemaran nama baik, ini surat penangkapannya dan segera ikut kami sekarang” tak ada basa-basi polisi segera mengambil tangan bu Marsiah dengan kasar dan memborgolnya.
Tanpa diduga tangan si polisi sudah dicengkram dengan kuat oleh Jasmoro “jangan kasar dongg”. Dengan segala usaha si polisi mencoba melepaskan cengkraman Jasmoro “HEI, kami ini aparat, jangan main-main dengan kami” ucap polisi lain menodongkan pistol mengancam Jasmoro.
“Wah wah wah, takut banget loooo” entah kenapa wajah Jasmoro tiba-tiba berubah seperti seorang psikopat gila yang siap membunuh siapapun didepannya. “Gausah kasar karo ibukku, nyawa mu nggak ada harganya di mataku” bisik Jasmoro kepada polisi yang tangannya sudah hampir patah diremas olehnya.
Bulu kuduk 3 orang polisi yang sedang melihat kelakuan Jasmoro berdiri. Tiba-tiba mereka merasakan hawa membunuh yang sangat kental keluar dari tubuh Jasmoro, polisi yang tadinya menodongkan tembak sekarang hanya bisa mematung melihat senyum sinis Jasmoro.
“Buk ndak usah khawatir, seminggu lagi ibuk lepas kok, iki ben aku sing ngurus” Jasmoro menenangkan ibunya dan menyerahkan sang ibu ke polisi dengan baik sembari memberikan borgol yang sudah hancur kepada salah satu polisi tersebut. Sekarang tangan bu Marsiah sudah tidak ter borgol lagi, dan entah bagaimana borgol besi itu bisa hancur seperti keripik ditangan Jasmoro.
Tok…tok…tok suara pintu diketok dengan hentakan yang konstan. Jasmoro segera membuka pintu dan melihat ada seorang wanita cantik dengan badan yang sangat ideal sedang berdiri didepan pintu dengan wajah yang khawatir.
“Jas, are you okay? Kemaren lu kemana aja gua cari di camp nggak ada, katanya lu balik kerumah”
“Van, kenapa lu disini? Hadduh ini urusan keluarga gausah ikut-ikut” ujar Jasmoro ketus sekaligus kaget melihat rekannya Vanny sedang didepannya membawa sebuah koper. “Gua gamau lu nginep disini ya, bisa jadi bahan gunjingan warga ntar”
Tanpa menunggu aba-aba Vanny segera masuk kedalam rumah. Jasmoro pun segera mengikutinya masuk dan mencoba untuk menahan Vanny agar tidak mengubrak-abrik rumahnya.
“Jas, gua udah denger semuanya, kejadian meninggalnya adek lu dan ditangkapnya nyokap lu tadi pagi” Vanny duduk sembari menyesap segelas air putih yang sudah disiapkan Jasmoro.
“Jangan bilang lu bakalan ikut campur sama urusan ibu lo ini?” Vanny melanjutkan omongan.
Jasmoro mengangguk mengiyakan omongan Vanny dan tidak memberikan jawaban apapun kepadanya. Disisi lain Vanny juga mengerti perasaan Jasmoro, adiknya dibunuh dan ibunya dipenjarakan oleh keluarga pembunuh adiknya. Apa yang bisa diharapkan dari keadaan ini selain Jasmoro ikut campur?
“Tapi Jas…” Vanny masih mencoba untuk menahan Jasmoro agar dia tidak ikut campur atas apa yang menimpa ibunya. Tapi disisi lain Vanny sudah melihat senyuman tipis dan mata yang memerah pertanda Jasmoro sudah tidak bisa ditahan lagi.
“Oke, gua nggak bisa ngomong banyak, kalo gitu gua pamitttt dannnnn have fun” Vanny tersenyum dan memberikan semangat kepada Jasmoro sekaligus pamit untuk pulang meninggalkan Jasmoro sendiri dirumahnya.
“Darrrr, Darrrr, Darmajiiii” Warsono memangil-manggil assisten pribadinya yang sedari tadi tidak nyaut. Karena geram dari pagi tidak ada yang bisa dipanggil, Warsono dengan wajah marah segera keluar dari kantornya dan betapa kagetnya Warsono mendapati semua pengawalnya sudah terkapar pingsan.
“Selamat siang bapak Warsono yang terhormat” suara seorang laki-laki muncul dari belakang Warsono. Betapa kagetnya Warsono disitu sudah berdiri seorang laki-laki yang berpakaian batik lengkap.
“Perkenalkan nama saya Jasmoro, putra dari bu Marsiah” ujar Jasmoro dengan tenang dan elegant.
“Siapa kamu? Berani-beraninya nyelonong masuk ke kantor saya? Terus apa-apaan ini? Kamu mau cari mati?” ucap Warsono ketakutan karena melihat lelaki didepannya seperti psikopat yang sepertinya sangat menikmati ketakutan dari Warsono sendiri.
“Ohhh maaf pak, pengawal bapak kurang ramah tadi saya ajak negosiasi untuk saya bisa bertemu dengan bapak, jadiiii yaaa terpaksa saya buat mereka tidur sementara, tapi tenang, kemungkinan sejam lagi mereka akan bangun, sebelum itu mari kita bicarakan tentang pembebasan ibu saya dulu” ucap Jasmoro dengan senyuman tajam yang sangat menikmati ketakutan Warsono.
“Jasmoro, apa yang kamu mau?” ujar Warsono dengan nada gemetar karena tak tau siapa lelaki yang ada didepannya hingga semua pasukan penjaganya pingsan.
“Oh simple pak, saya mau bebaskan ibu saya, dan serahkan anak anda ke kepolisian, akui semua perbuatannya. Gampang to?”
“Haha, saya tidak tau kamu siapa, tapi syarat kedua tidak akan saya lakukan. Maafkan saya nak, besok ibumu akan kulepaskan” ujar Warsono sombong.
Seperti angin tiba-tiba Jasmoro sudah berdiri dibelakang Warsono dan menodongkan sebilah pisau kecil, “Warsono, waktumu cuma satu minggu, nyawamu tak cukup berhaga buat aku, jadi nggak usah macem-macem” ujar Jasmoro berbisik.
Tak lama kemudian Jasmoro sudah menghilang ditelan angin yang lewat, Warsono benar-benar kebingungan dengan siapa sosok Jasmoro ini dan ilmu apa yang dia punya hingga bisa berpindah-pindah tempat dalam waktu sekejap mata.
“BAJINGANNNNNN” Warsono dengan wajah merah padam berteriak didepan semua anak buah dan penjaganya yang sudah sadar dari pingsannya “bisa-bisanya kalian semua dibikin pingsan sama satu orang?” murka Warsono sudah tidak tertahan lagi dan dia menampar wajah asisten pribadinya “Dar, telepon pak Wahid”.
Tak lama kemudian pak Wahid pun sudah ada diruangan Warsono untuk mengecheck CCTV meninjau kejadian tadi pagi. Warsono berniat memenjarakan Jasmoro karena sudah memaksa masuk ke kediaman aparat.
“Hid, ini udah keterlaluan, 25 pasukan penjagaku dibuat pingsan begitu saja. Aku butuh pasukanmu untuk nangkap anak setan ini dan ngasih pelajaran” ujar Warsono ke pak Wahid yang baru datang.
“War, sing bener aja, pasukanku ini pasukan khusus yang dilatih negara untuk nangkep penjahat kelas tinggi, masak disuruh nangkep warga sipil untuk keperluan pribadi?” pak Wahid menolak usul konyol Warsono.
“Liat dulu CCTV ini, nanti kamu tau kenapa aku butuh pasukanmu. Aku rela bayar berapa aja asal anak ini ketangkep” Warsono bersikukuh dengan penangkapan Jasmoro.
CCTV pun diputar, pak Wahid dengan seksama melihat video yang diputar didepannya karena wajah Jasmoro ini tidak terlihat dengan jelas, sampai pada saat Jasmoro melambaikan tangan ke CCTV selepas mengancam Warsono dengan pisau, tiba-tiba wajah pak Wahid gugup ketakutan “War, ada masalah apa kamu sampek berurusan sama orang ini? Kalo yang mbok maksud Jasmoro itu orang ini aku nggak mau ikut-ikut War”
“Kenapa Hid? Emang kenapa sama orang itu? Dia cuma warga yang jago bela diri sama sulap doang” ujar Warsono mengentengkan.
“War, kamu ingat sama kejadian perang Vietnam yang terjadi beberapa tahun yang lalu?” wajah pak Wahid tiba-tiba sangat serius.
Warsono mengangguk memberikan pertanda dia mengerti.
“Perang itu disebut-sebut menjadi perang dengan durasi tercepat selama ini, hanya 3 jam saja. Perang Vietnam itu dimenangkan mutlak oleh Jerman dan tanpa jatuh korban satu orang pun dari Jerman, kamu tau apa penyebabnya?”
Warsono menggeleng.
“Jerman merekrut 3 orang pembunuh bayaran yang sangat terlatih dimana ketiga orang ini berhasil membantai habis seluruh pasukan Vietnam tanpa tersisa, bahkan para pasukan Vietnam belum sempat menembakkan satu peluru pun untuk melawan” pak Wahid menyesap kopi sebentar.
“Dan pimpinan dari 3 orang pembunuh bayaran itu adalah Jasmoro” ujar pak Wahid sembari menunjuk video yang menunjukan wajah Jasmoro tersenyum di CCTV.
Dingin tubuh Warsono tiba-tiba mendengar cerita dari pak Wahid. “T.tt.tt…tapi masih bisa diusahakan dong? Bantu aku lah Hid” Warsono mulai merengek ketakutan karena cerita pak Wahid.
“War, bahkan seluruh pasukanku bukan tandingan orang ini. Di dunia Intelegen, orang ini adalah konflik yang harus dihindari demi keselamatan sebuah negara, menurunkan pasukanku sama dengan memulai perang War” pak Wahid menarik nafas dalam.
“Jasmoro adalah manifestasi dari takdir” pak Wahid melanjutkan.
Warsono sudah tak bisa banyak bicara, dia hanya bisa menyesal telah berurusan dengan manusia berlatar belakang mengerikan ini, disisi lain dia tak masalah dengan membebaskan bu Marsiah, tapi disisi lain dia tak mampu kalau harus merelakan anaknya masuk penjara.
Warsono akhirnya melepaskan tuntutan bu Marsiah, akan tetapi dia segera membereskan semua pakaiannya dan mengungsikan anak istrinya keluar negeri untuk menghindari konflik dengan Jasmoro ini.
Tak terasa waktu sudah seminggu dan Warsono masih baik-baik saja sehingga dia merasa bahwa apa yang sudah dia lakukan adalah hal yang tepat mengingat anak dan istrinya baik-baik saja dan bu Marsiah pun sudah dilepaskan dari jeratan hukum.
DAKKKK…pukulan keras bersarang dikepala Warsono hinggak membuatnya pingsan.
Byurrr…Warsono terbangun karena disiram air dan betapa kagetnya dia sudah terduduk dikursi kayu dan entah dimana dia sekarang. Didepannya sudah duduk Jasmoro tersenyum “selamat malam bapak Warsono yang terhormat”.
“Jas…ampunnn jasss ampunnnn” Warsono merengek ingin dilepaskan.
“Uuuuuuu kasiannnnn, pak Warsono yang terhormatttt, kemaren saya kan sudah bilang untuk menyerahkan anakmu ke kepolisian” ujar Jasmoro sembari mengelus lembut wajah Warsono yang sudah mulai menangis.
“Bunuhhh aja aku Jas, bunuh sekarang” Warsono merengek.
“Ohhhhh pak Warsono saya tidak pernah berniat membunuh bapak dari awal. Lagian saya nggak berani kalo harus membunuh jendral bintang 5, waahhhhh takut lo saya”
“Van, bawa masuk dong tamu kehormatan kita” ujar Jasmoro ke handy talkie yang dia bawa.
Tak lama kemudian, sosok yang kita kenal dengan nama Vanny masuk kedalam membawa seorang perempuan dengan kepala tertutup. Dari teriakan minta tolongnya Warsono tau bahwa itu anak putri semata wayangnya “Jass jangan sentuh anakku, aku janji akan menyerahkan anakku ke polisi, janji Jass”
“Warsonooo…” Jasmoro menampar tipis wajah Warsono den melihatnya dengan tatapan kejam, “waktumu sudah habis, janjimu udah basi, aku udah kasih waktu 1 minggu, bayangin 1 minggu loh, tapi kamu malah ngungsiin anakmu ke Yunani”
Warsono hanya bisa menangis kejer melihat anak semata wayangnya terikat dan kepalanya terbungkus kain. Tak lama kemudian Jasmoro membuka kain penutup wajah anak Warsono, dan benar saja itu anak semata wayangnya sedang menangis minta tolong ke ayah tercinta.
Jasmoro sekarang sudah memegang sebilah pisau kecil yang digunakan untuk mengancam Warsono tempo hari. Dia mendekatkan pisau itu ke leher anak Warsono dan menggoreskan pelan dan tipis hingga darah merah segar keluar dari leher wanita naas itu. “AAAAAaaaaaa, pahhhhh tolongggggggg”
“BAJINGANNNNNN kamu Jasmoro bajingannnn lepas anakku, bunuh aja aku, bunuhhhhh” Warsono mengerang, batinnya sudah mulai terluka melihat leher anaknya tersayat tipis oleh pisau itu.
“Warsonooooooo” Jasmoro mengoleskan darah dari pisaunya ke pipi Warsono “tau kah apa hukuman paling menyakitkan untuk manusia?”
Warsono tidak menjawab dan terus menangis, sepertinya dia sudah kehabisan air mata karena tidak sedikit pun air mata bisa keluar dari pipinya.
“Kematian itu hal yang terlalu indah untuk manusia sepertimu Warsono, aku sudah menyiapkan neraka untukmu dan keluarga picik mu, mati atau hidup, aku menyerahkan pilihan itu ke kamu dan keluargamu, hihihihihihi” Jasmoro mengikik senang melihat wajah Warsono ketakutan dan memelas belas kasihan.
3 hari berlalu, dan Warsono disekap ditempat yang sama tanpa diberikan makanan sama sekali. Terlihat wajah kelaparan yang amat sangat dari Warsono, dia yang dulunya sangat subur dengan perut sedikit buncit, sekarang penampilannya sungguh mengenaskan dengan pipi yang mulai mengurus.
Tak lama kemudian Vanny datang lengkap dengan membawa makanan yang berisikan sosis jumbo lengkap dengan jus jeruk yang memang itu adalah kesukaan Warsono. Sepertinya Jasmoro dan groupnya memang sudah melakukan banyak riset tentang Warsono.
Vanny melepaskan ikatan Warsono, disitu Warsono merasa punya kesempatan dan mencoba untuk melawan Vanny berharap bisa keluar dari neraka itu. Bakkk bukkk bakkk, Warsono tergelepar. “Hehe, jangan kira gua perempuan lemah, udah makan aja”
Vanny meninggalkan Warsono yang babak belur dia hajar. Sadar bahwa tidak ada kesempatan untuk dirinya kabur, Warsono akhirnya memakan makanan yang Vanny bawa dengan lahap.
Tak lama setelah Warsono menyelesaikan makan malamnya, Jasmoro masuk dan segera mengikat Warsono kembali ke kursi kayu. “Warsono, bagimana? nikmat bukan makanan yang kami sediakan?”
“Oke, aku punya satu tamu special lagi, Vann bawa tamunya masuk” lanjut Jasmoro.
Betapa kagetnya Warsono melihat istrinya masuk dengan keadaan pingsan didorong kursi roda, lebih parahnya lagi kaki sebelah kanannya sudah teramputasi dan diperban dengan rapi. “Assuuuuuuu koe Jas, apa yang kamu perbuat dengan istriku?”
“Hahahaha, jangan ngamuk-ngamuk gitu dong. Harusnya kamu berterimakasih sama istrimu”
“Kebetulan kami disini tidak punya stok daging, dan istrimu sudah mau berkorban supaya kamu bisa makan SOSISSS, so sweet banget kalian” ucap Jasmoro dengan tatapan sadisnya.
“SETANNNNN koe Jas” ucap Warsono geram. Tak lama kemudian dia menangis sejadi-jadinya karena baru saja dia menyadari bahwa sosis yang dia makan adalah daging kaki istrinya sendiri.
Jasmoro dengan wajah yang kurang senang mendekat ke Warsono “aku? Setan? Hahahaha hebat kamu War, nggak sadar diri kalo kamu sendiri juga setan. Adekku dibunuh anakmu dan kamu masih bisa melenggang bebas sembari memenjarakan ibuku kamu bilang aku setan?” Jasmoro tersenyum tipis sambil menampar pelan wajah Warsono.
“Vannn bawa bocah tengik itu masuk” teriak Jasmoro memanggil Vanny.
Dan sekarang anak Warsono masuk dengan tangan terikat dan hanya mengenakan pakaian dalamnya saja. Warsono bingung, apa lagi yang akan dilakukan Jasmoro kepada dia dan keluarganya. Wajahnya merah padam melihat anaknya dibugili seperti ini.
Tak lama kemudian Jasmoro masuk sembari mendorong sebuah televisi dan memutar CCTV yang menunjukan kecelakaan yang diakibatkan oleh anak Warsono. Disitu terlihat anak Warsono segera melarikan diri dari TKP, membiarkan adik Jasmoro kesakitan dan berakhir meninggal.
Video ini diputar terus menerus tanpa ada suara, “Warsono, liat kelakuan anakmu. Aku kasih kamu kesempatan 1 jam untuk menikmati dosa anakmu sendiri”
1 jam telah berlalu, Jasmoro masuk dan melihat Warsono beserta anak dan istrinya menangis sepertinya menyesali perbuatan mereka. “Jass, aku tau aku salah, izinkan aku menebus kesalahanku, lepaskan aku jas, aku akan menyerahkan anakku ke pihak berwajib” Warsono memohon.
“Warsonoooo warsonoooo, mbok pikir aku sepolos itu? Kamu orang berpengaruh, kalaupun anakmu masuk penjara, dia akan dapat fasilitas yang bagus dan paling nggak akan lama” sangkal Jasmoro.
“Bukan negara yang akan menghukummu War, kamu udah membuat hidup ibuku seperti di neraka karena kehilangan anaknya, hmmmmm gimana kalau aku membuatkan neraka sendiri untukmu?” Jasmoro mencoba menawarkan sebuah tawaran yang sangat tidak menarik.
Tak lama kemudian Vanny masuk ke ruangan sembari mengeluarkan istri Warsono dan meninggalkan Warsono sendiri dengan anaknya. “Putri, kamu kenal anak ini nggak?” tanya Jasmoro kepada anak Warsono sembari menunjukan foto seorang perempuan muda di layar televisi.
“K..kk…kenal” jawab Putri.
“Siapa tuch?”
“Dia teman sekolahku”
“Warsono, siapa dia?” tanya Jasmoro ketus.
Warsono tidak menjawab pertanyaan Jasmoro seperti ada yang disembunyikan olehnya. Tanpa basa-basi Jasmoro memutar sebuah video CCTV yang menunjukan Warsono sedang check in di sebuah hotel bersama teman anaknya itu.
Putri menangis melihat kelakuan ayahnya, sedangkan Warsono hanya diam termenung merasa bersalah dihadapan anaknya.
“Hahahaha, bejat juga kamu War” Jasmoro tertawa melihat ekspresi Warsono dan putrinya.
Disela Jasmoro berbicara ada seorang lelaki paruh baya yang datang membawakan nampan dengan dua buah suntikan berisi cairan bewarna kuning diatasnya. “Oh, thank you” Jasmoro langsung mengambil nampan tersebut. “Warsono, obat ini dirancang khusus untuk kalian berdua” Jasmoro tersenyum sembari menaik turunkan alisnya pertanda hal menyenangkan akan datang.
“Pak Wahid…bapak hilang” Darsono asisten pribadi Warsono menemui pak Wahid dengan wajah yang tegang.
“Hmmm…nggak ada yang bisa kita lakuin Dar, Warsono punya urusan dengan orang yang bahkan pasukan khusus sekalipun nggak berani berurusan dengan dia” pak Wahid menjawab dengan nada putus asa.
“Tunggu aja Dar, hanya ada dua kejadian yang mungkin terjadi, Warsono pulang tanpa nyawa, dimana ini adalah kemungkinan terbaik, atau dia jadi gila” lanjut pak Wahid.
Darsono merinding mendengar jawaban pak Wahid yang seorang pimpinan intelejen pun dibuat tak berkutik dengan manusia bernama Jasmoro ini. “Apa kita tahan saja ibu Jasmoro untuk memintanya mengembalikan bapak dan keluarga?”
Pak Wahid langsung melotot “ojo ngawur koe, jangan main-main dengan Jasmoro. Ada alasan kenapa orang seberbahaya dia masih memiliki seorang ibu dan tak ada yang berani menyentuhnya, Jasmoro bisa bikin kamu kehilangan kepala bahkan sebelum matamu kedip”
Mulut Darsono seperti dibungkam erat dan tak bisa mengeluarkan suaranya lagi.
“Hahahaha…memohonlah Warsono, memohonlah” Jasmoro kegirangan melihat Warsono bersujud didepannya sembari memegang sebuah pisau memohon untuk dibunuh. Beberapa kali Warsono berusaha untuk bunuh diri selalu berhasil digagalkan Jasmoro, seolah dia tak ikhlas melihat tua bangka ini mati dengan mudah.
“Warsono, ayolah jangan mengecewakanku, cairan suntik ini ampuh lo. Dan lihat anakmu dengan body seksinya, itu lingerie kesukaanmu kan? Jangan mengecewakanku” Jasmoro memegang erat mulut Warsono dan menghadapkannya ke Putri yang sudah didandani dengan mengenakan sebuah lingerie.
“Jasssss, aku gamau menodai anakku sendiri” Warsono menangis memohon.
“Terus kenapa kamu menodai anak orang?” wajah Jasmoro tiba-tiba menjadi mengerikan dan mendekat ke muka Warsono.
“Warsono, permintaan pertamaku untuk membawa anak bajingan mu ini ke penjara tak kau lakukan. Permintaanku kali ini tak akan bisa kau tolak, hamili anakmu, dan kau akan kulepaskan” Jasmoro membisik sadis sembari tersenyum.
Tanpa disadari oleh Warsono, jarum suntik berisi cairan kimia pembangkit birahi yang dibuat khusus oleh Jasmoro sudah menancap di bahunya. Tak berselang lama, tubuh Warsono gemetar hebat dan berkeringat hingga membasahi tubuhnya. Warsono seperti babi yang sedang birahi dan ingin menyantap betina yang ada didepannya.
“Hahahaha…Warsono silahkan dinikmati” Jasmoro meninggalkan ruangan itu sembali tertawa terbahak-bahak.
Disisi lain Putri juga sudah disuntikan cairan yang sama, Warsono dan anaknya bergumul tiada henti selama 3 jam tanpa henti. Dilain sisi istri Warsono diikat di kursi dan diberikan obat adrenalin, sehingga dia tidak bisa tertidur dan dipaksa melihat apa yang dilakukan suami dan anaknya.
Hal ini dilakukan oleh Jasmoro selama beberapa hari, hingga akhirnya Putri positif hamil anak Warsono.
“Warsonooooooo, tok cerr juga kamu, gimana bu Warsono pertunjukan beberapa hari ini?” ucap Jasmoro membangunkan tidur istri Warsono.
“Edannn koeeee, edannnnnn. Akuuu salah opo Jas sama kamu sampek kamu tega seperti ini?” istri Warsono mengangis sejadi jadinya.
“Hahahaha…kaluargamu itu busuk buuu Warsono, itu salahmu” Jasmoro melenggang pergi keluar ruangan.
Diluar bangunan itu Jasmoro sudah ditunggu oleh kapal dan menyiapkan sebuah kontainer yang digunakan untuk menaruh Warsono dan keluarganya. “Sir, where is the package?”
“Just wait, the package si on prepared” ujar Jasmoro kepada nahkoda bule itu.
Tak lama kemudian Warsono sekeluaga dikeluarkan dengan keadaan pingsan dan mengenakan pakaian yang sama dengan pakaian dimana mereka diculik pertama kali. Tak makan waktu lama, keluarga Warsono segera dimasukan kedalam kontainer dan dibawa kembali ke negara asalnya.
“Siberia selalu jadi tempat menyenangkan untuk menyiksa bajingan seperti Warsono” ujar Vanny sembari bersandar di bahu Jasmoro.
“Haha…selalu menyenangkan merusak hidup orang” Jasmoro tersenyum kecil.
Kringggg krinngggggg…suara telepon Jasmoro berbunyi.
“Halooo bukkk, maaf nggak bisa angkat telepon karena masih ada urusan kemaren-kemaren”
“Leeeee, kapan pulang? Mosok adek e meninggal cuman pulang sebentar. Emang kerjaanmu nggak bisa ditinggal sebentar aja?” jawab bu Marsiah kesal.
“Pekerjaan yang ini ndak bisa ditunda-tunda bukkk” jawab Jasmoro sambil tersenyum kecil.
Satu minggu berselang dan betapa kagetnya Darsono saat ada truk yang membawa kontainer besar tiba-tiba datang dan menurunkan kontainer itu dihalaman rumah Warsono. Tak ambil waktu lama, Darsono dan beberapa pengawal membuka kontainer yang dan betapa kagetnya mereka saat melihat Warsono sekeluarga sedang tergelepar didalam.
Darsono dan pengawalnya langsung membawa Warsono dan keluarga masuk kedalam rumah. Setelah mereka tersadar, Warsono dan keluaga nggak banyak berbicara dan hanya menghabiskan waktu didalam kamar untuk menangis.
Sekitar pukul 5 sore, terdengar suara tembakan dari kamar Putri dan benar saja Putri bunuh diri menggunakan pistol ayahnya karena tak sanggup menanggung kehamilan anak dari ayahnya sendiri. Sedangkan Warsono seminggu kemudian tewas gantung diri di ruang keluarga.
Istri Warsono harus dikirim ke rumah sakit jiwa dikarena serangan mental yang sangat kuat yang mengakibatkan dia gila.
SELESAI…