Quite quitting dari mata karyawan

You deserve it

Light Bulp
4 min readSep 24, 2022
Photo by Nastuh Abootalebi on Unsplash

Mari kita bahas quite quitting yang kayanya belakangan rame dibahas padahal sebenernya ini udah ada dari dulu. Dan yang sangat disayangkan banyak orang yang menyalah artikan quite quitting.

Bagi yang masih bingung apa itu quite quitting, sebenernya ini adalah masa dimana kita sebagai karyawan bekerja sesuai dengan kita dibayar, nggak ngasih lebih dan nggak kurang. Pointnya kembali ke dasar aja.

It’s Business…

Di salah satu artikelku dulu, aku pernah bahas bahwa kita sebagai karyawan sebenarnya sedang berbisnis jasa dengan perusahaan tempat kita bekerja. Kenapa gitu? Karena kita kerja notabene nyari duit, dan perusahaan nyari skill, maka dari itu kita menawarkan skill kita dan perusahaan membeli skill kita dengan uang.

Selayaknya pebisnis, ada kalanya kita menawarkan promo-promo menarik dan beberapa penawaran yang unik agar mereka tetap terikat dengan kita. Sama seperti shopee dan tokopedia yang gencar-gencarnya menawarkan gratis ongkir dan beberapa diskon flash sale.

Pertanyaanya, emang mereka akan menawarkan penawaran yang sama terus seumur hidup? Nggak dong, bisa bangkrut mereka. Penawaran ini digunakan untuk menggaet konsumen dan loyalitasnya. Terus apa yang terjadi saat promonya tidak berhasil menggaet loyalitas konsumen?

Yaaaaaa di stop. Kenapa? Karena ngeluarin promo butuh duit, dan mereka bukan perusahaan penyandang dana amal, mereka perusahaan yang nyari profit.

Perlahan tapi pasti semua promo yang mereka tawarkan akan menghilang perlahan, ada yang didiskon tapi sebelum diberikan diskon harganya di mark up dulu, ada yang ngasih gratis ongkir tapi persyaratannya kaya bikin KTP. Intinya mereka berusaha menghilangkan promo ini sehalus mungkin.

Nah, proses menghilangkan promo ini lah yang dinamakan quite quitting. Dimana kita sebagai karyawan ngasih effort lebih dalam bekerja tujuannya untuk menggaet loyalitas perusahaan terhadap kita dalam bentuk promosi atau kenaikan gaji.

Terus apa yang terjadi saat loyalitas perusahaan tidak kita dapatkan? Yaaaa di stop karena kita bekerja bukan untuk hobi doang, kita kerja untuk profit.

Kenapa nggak resign aja?

Tau nggak kalian kenapa tokopedia dan shopee, berusaha mati-matian untuk menggaet pasar saingannya dengan menjadikan BTS dan Christiano Ronaldo sebagai brand ambassador?

Kenapa mereka nggak terima aja pangsa pasar mereka sendiri-sendiri, toh sebenernya secara data, tokopedia dan shopee punya pasarnya sendiri-sendiri loh. Jawabannya adalah potensi. Mereka melihat peluang dimana pasar lawan mainnya masih sangat mungkin direbut.

Makanya mereka bersaing dengan cara mendatangkan brand ambassador yang erat dengan pasar yang mereka mau raih. Kalo potensi itu 0, buat apa buang-buang tenaga dan biaya untuk ngegarapnya, mending nggak usah terlalu effort.

Nah sama, quite quitting kita sebagai karyawan sebenarnya karena kita melihat potensi untuk dapetin loyalitas perusahaan. Dan potensi ini lah yang sedang dimainkan, quite quitting itu ibarat kita sedang mengulur layangan, kita ulur tapi jangan sampek lepas.

Quite quitting itu seni bisnis kok sebenernya…

Harapannya perusahaan atau atasan paham bahwa kita disini kerja bukan buat cari temen atau cari kegiatan doang, tapi kita nyari karir dan duit. Harapannya mereka paham bahwa apa yang kita lakukan dan dirasa lebih itu hanya sebuah promo, bukan benefit tetap.

Quite quitting nggak berkembang…

Sebenernya nggak juga, kenapa aku ngomong gini? Karena sebenernya aku pernah ngelakuin ini jauh sebelum istilah quite quitting tenar. Dan aku masih sangat bisa berkembang.

Gini, quite quitting itu bukan nggak kerja loh ya, quite quitting itu lebih ke nge maintain ekspektasi atasan kita terhadap kita aja. Contoh ada pekerjaan A yang dulunya kita bisa selesaikan 2 hari padahal secara ekspektasi harusnya 5 hari, ini kita buat beneran 5 hari.

Sisa 3 harinya bisa kita pake untuk belajar hal baru atau bantuin senior ngerjain kerjaannya tanpa kita take responsibility nya. Kalo lagi males ya bisa dipake untuk kumpul sama keluarga, intinya sisa hari dari maksimal ekspektasi pekerjaan kita bisa dipake untuk hal lain — termasuk cari sambilan.

Intinya kita jadikan sisa hari tersebut sebagai reward kita karena telah berhasil mengerjakan pekerjaan secara lebih cepat. Terserah deh mau dipake apa, kalo mau dipake buat upskill bolehhhh, dipake kumpul keluarga silahkan, dipake buat begal juga gak papa.

Karena aku ketemu banyak orang yang sedang melakukan quite quitting diperusahaan tempat mereka bekerja, akhirnya mereka punya cukup waktu untuk ngegarap freelance an diluar kantor. Yang justru bisa menghasilkan uang tambahan untuk mereka.

See? Sebenarnya waktu kita itu bisa dijadikan uang lebih kalo memang kita mau, dan quite quitting itu hal yang memang diperlukan karena notabene waktu dan usaha lebih yang kita kasih untuk perusahaan sebenernya bisa jadi uang tambahan diluar.

Dan ini alasan kenapa perusahaan harus loyal dan mau bayar lebih terhadap effort yang kita kasih.

Ini akibat…

Lagian sebenernya nggak ada orang kerja pertama kali langsung ngelakuin quite quitting, kalo ada orang kaya gini mereka emang nggak niat kerja aja dari awal. Biasanya dan normalnya orang kerja pasti put high effort dulu di awal.

Quite quitting biasanya terjadi karena mereka merasa lelah bahwa selama ini usaha yang dia lakukan terasa sia-sia atau nggak pernah mendapatkan reward yang sepadan. Hidup itu kan take and give. Sedangkan jika kita memberi dan memberi terus tanpa menerima ya capek juga dong.

Nah quite quitting akhirnya digunakan untuk menyadarkan orang yang ada diatas yang memiliki kekuasaan bahwa kita sebagai remahan roti ini juga pengen loh punya karir, kenaikan gaji atau reward yang pantas dan selaras dengan apa yang sudah kita lakukan lebih ini.

Sebenarnya kalo sampek ada karyawan yang ngelakuin quite quitting artinya atasan dan perusahaan sudah introspeksi sih, kenapa mereka yang selama ini put high effort tiba-tiba ngelakuin quite quitting.

--

--

Light Bulp
Light Bulp

No responses yet