Properti? Ntar dulu deh

Light Bulp
3 min readAug 3, 2022

--

Photo by Maria Ziegler on Unsplash

Salah satu alasan kenapa aku nggak pengen berinvestasi dalam bentuk properti sekarang adalah masalah liquiditas — selain karena nggak ada duitnya. Weitssss kenapa nih tiba-tiba ngomongin properti?

Jadi beberapa hari belakangan aku kepikiran akan keadaan salah seorang saudara yang sekarang beliau sedang dalam keadaan ekonomi yang kurang baik bahkan terancam jatuh miskin. Yang menjadi ironis adalah, beliau saat ini memiliki aset berupa properti yang kalau dijual dan laku nilainya bisa diatas 1 miliyar.

Permasalahannya adalah orang yang mau beli properti dengan harga segunung begitu ternyata nggak sebanyak yang kita kira guys. Apalagi lokasi tanahnya nggak cocok kalo dijadikan rumah singgah, cocoknya dijadikan tempat usaha. Mati nggak tuh? Lebih spesifik lagi audience nya.

Permasalahan liquiditas ini tu bukan masalah sepele lo. Banyak orang yang akhirnya ngelepas properti mereka dengan harga dibawah harga wajar karena sudah nggak bisa makan. Atau bahkan ada yang kehilangan rumah mereka dengan harga yang sangat murah karena disita pegadaian.

Bahkan saham yang nilainya naik turun aja masih lebih liquid dan bisa dijual dengan harga murah yang masih sangat masuk akal selama kita beli saham perusahaan yang jelas.

Tapi make sense kalo memang properti menjadi sebuah sarana investasi yang nggak liquid karena menurutku memang properti tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi sarana investasi. Atau mari kita sebut dengan sebuah sarana investasi untuk mereka yang berkantong tebal saja.

Karena untuk orang yang berkantong tebal, properti adalah sesuatu yang bisa diputar kembali dan dibentukkan untuk keperluan publik, entah jadi ruko atau jadi kos-kosan. Sangat minim resiko untuk mereka saat tidak bisa menjual propertinya dengan cepat.

Tapi bayangkan untuk orang-orang menengah seperti kita, beli rumah aja kayaknya cuman impian — haha. Apalagi investasi di bidang properti, kita ini sebenernya masih menjadi kaum yang di intai oleh berbagai macam resiko. Covid-19 sudah membuktikan bahwa kita bisa kehilangan pendapatan kita sewaktu-waktu.

Terus, apa yang harus kita lakukan dengan asset yang beku tersebut? Sedangkan kalo mau dijual juga nggak banyak orang yang mau beli. Kalo ditahan juga nggak bisa dipake buat makan, mau dibangun ruko udah nggak ada dana. Terdengar sangat pesimistik sekali ya?

Menurutku untuk kaum menengah kebawah mendingan investasikan uang dalam bentuk yang mudah dicairkan karena kaum-kaum ini rentan sekali tertimpa masalah financial yang mengharuskan mereka mencairkan uang dengan cepat.

Orang kaya, mereka mampu bayar iuran asuransi dengan nilai berjuta-juta per bulannya, sehingga jika terjadi sesuatu dengan mereka atau keluarga mereka, asuransi siap menanggung seluruh biaya yang menggunung. Lah kita? BPJS aja masih nunggak-nunggak.

Atau jika terjadi sesuatu terhadap asset mereka, mereka masih memiliki banyak simpanan lebih untuk menambal kerugiannya. Paling mereka cuman nangis ngurung diri dikamar beberapa hari, coba bayangin itu kita, yaaa sama sih mengurung diri dikamar.

Tapi gantung diri…

Beli rumah nggak salah, karena memang salah satu tujuan hidup kebanyakan orang adalah memiliki hunian. Tapi berinvestasi rumah itu lain hal dengan beli rumah. Dan berhenti berfikir bahwa kalian beli rumah untuk dihuni itu adalah sebuah investasi.

“Lah emang kenapa? Kan terserah mereka dong mau mikir itu investasi atau bukan” Iya sih itu emang terserah kalian, tapi kalo kalian mikirnya beli rumah yang akan kalian huni sendiri adalah sebuah investasi takutnya nanti kalian ngebela-belain untuk beli rumah padahal cashflow-nya masih jelek banget.

Tabungan cash, tabungan masa tua, bahkan tabungan anak semua dikerahin untuk beli rumah yang dianggap sebagai sebuah investasi. Yang akhirnya semua simpanan yang liquid malah dibekukan dalam bentuk rumah yang bahkan masih nyicil.

Kan ironis kalo kalian kerja tapi duit gajian cuman habis buat nyicil rumah doang. Mau makan harus ngirit-ngirit ampe 15 tahun kedepan demi sebuah investasi yang ternyata bukan investasi. Bahasa anak jakselnya jadi missleading.

Tapi tanpa pengen menyalahkan siapapun, segala keputusan yang diambil sama orang dewasa pasti sudah melewati banyak pertimbangan dan memikirkan segala resikonya. Nggak ada yang salah dengan segala keputusan yang sudah kita ambil asal pertimbangan resikonya sudah mantab.

Soooo, ini cuma sebuah opini, benar dan salahnya tergantung dari kalian.

--

--

Light Bulp
Light Bulp

No responses yet