Orang Tua (Bukan AMER)
Belakangan sering ngerasa nggak sih solusi yang dikeluarin sama kalangan orang tua di pemerintahan itu selalu lucu-lucu. Terutama kalo udah berkaitan dengan teknologi, kesannya kaya mereka ini nggak pernah bisa ngejar apa yang terjadi dan malah berakhir berantakan.
Ambil contoh menkominfo, aku bisa simpulin orang yang mengambil keputusan dibalik pemblokiran situs yang mengedarkan data bpjs di sebuah forum adalah orang yang secara umur udah siap termakan hoax whatsapp. Atau keputusan terkait penutupan akses internet di papua saat terjadi kerusuhan.
Aku nggak ngerti apa yang terjadi dibalik diskusinya, tapi solusi yang mereka keluarkan ini lucu-lucu. Nggak masuk akal aja untuk orang yang sudah mengenal teknologi vpn, apalagi pake vpn gratis nggak bayar. Apa yang terjadi sebenernya? Apakah mereka nggak sadar kalo dapetin vpn itu semudah download aplikasi yang namanya 1.1.1.1?
Terlepas dari itu semua, aku pernah kerja bareng sama mereka yang sudah lumayan berumur, nggak bisa dibilang baby boomer mengingat mereka tidak lahir diantara 1946–1964. Yaaa bisa dibilang masuk ke generasi orang tua aja lah. Dan memang dari semua masalah yang keluar kebanyakan solusi yang keluar dari mereka ini berkiblat pada pengalaman.
Sialnya pada masa mereka berjaya dulu, teknologi tidak seberkembang hari ini. Ini menjadikan mereka kurang berpengalaman dalam mengambil solusi terkait dengan teknologi, lalu apa yang mereka gunakan untuk mengambil solusi? Aku nggak berani ngomong, tapi kayanya sih instinct.
Sekarang ngapain seorang nadiem makarim seorang pendiri dari gojek yang jelas-jelas bergerak di bidang teknologi dan sudah mempekerjakan teknisi IT professional malah jadi menteri pendidikan? Dan lebih memilih bapak-bapak berusia 64 tahun. Jadi jangan heran kalo solusi pertama dari menkominfo adalah ngeblokir.
Walaupun mereka ngomong “memblokir” adalah langkah preventif awal, nampaknya apa yang mereka bilang awal adalah sebuah akhir. Karena hari ini kita mendengar sekali lagi BUMN dengan inisial BRI kebobolan data nasabah again. Semoga kali ini solusi yang mereka keluarkan buan sebuah pemblokiran.
Kalo dilihat dari response pejabat tingginya terkait kebobolannya data BPJS kemaren pun juga lucu, mereka bilang bahwa “berita hoax kalo dibilang kita kebobolan xx juta data, karena pada faktanya hanya x juta data saja”. Yang kalo dipikir-pikir agak wadidaw sekali klarifikasinya.
Mau kebobolan 1 data atau 100 juta data, namanya kebobolan ya tetep kebobolan. Justru kalo kebobolan dan cuman 1 data aja yang kecolongan itu kalian lagi dipermainkan sama si hacker. Kaya semacam tembakan peringatan gitu.
Dan ada sebuah syndrome yang para orang tua ini derita, namanya adalah syndrome ospek. Kenapa aku ngomong syndrome ospek? Karena mereka memperlakukan apa yang terjadi hari ini seperti apa yang terjadi di masa lalu.
Kalo kalian lagi ospek, kan sering tuh dimarahin gak jelas sama kakak tingkat dengan alasan melatih mental? Nah, nggak jarang juga kita memperlakukan adik tingkat kita sama seperti kakak tingkat kita memperlakukan kita, dengan dalih melestarikan budaya.
Sama, kalo kalian sekarang kerja sama orang tua dan mereka nampak sangat arogan dan nggak memperdulikan pendapat kalian, maka lihatlah atasan doi atau cari tau siapa atasan doi pas doi masih muda dulu. Pasti kelakuannya sama dan nggak jauh-jauh dari doi.
Kebiasaan mereka mengambil keputusan berdasarkan pengalaman mungkin juga dipengaruhi faktor usia. Bukan nggak mungkin kita besok akan se ngeselin mereka, karena memang kodratnya orang tua nggak pernah mau dikalahin kan?
Itu alasan kenapa selalu muncul omongan “kalo dibilangin orang tua jangan ngeyel”. Padahal mau orang tua atau orang purba yang ngomong, kalo memang mereka salah yang musti di eyel. Ya masak salah bener kita iya in, kembali ke era pohon beringin dong kita.
Udahan dulu ya, ada tukang bakso didepan rumah….