Ngebacotin cuti

Artikel ini ngajarin beberapa hal jelek, kalo nggak suka gausah baca

Light Bulp
4 min readFeb 2, 2021
Photo by Mario Gogh on Unsplash

Tulisan kali ini ditujukan buat temen-temen yang lagi berjuang menjadi karyawan ditengah pandemi yang serba sulit ini. Karena sejujurnya, selama 4 tahun kerja ada sebuah hak yang sering banget dilanggar sama perusahaan ataupun atasan. Entah perusahaannya aja yang nakal atau atasannya yang nggak ngerti aturan main.

Karena selama pandemi ini aku sering banget denger cerita bahwa ada temen-temen yang sedang kesusahan dalam mendapatkan haknya sebagai seorang karyawan dengan berbagai macam alasan, dari alasan yang nggak masuk akal sampe yang paling nggak masuk akal.

Kita sepakati dulu diawal, bahwa setiap hal yang ada di NKRI ini seharusnya sudah diatur dengan rapih — ya walaupun gak rapi rapi amat sih — dan sistematis. Selain itu, sebenernya udah ada badan yang mengawasi terkait ketenaga kerjaan. Sayangnya … (isi sendiri)

Salah satu hak yang paling sering dicurangi adalah hak cuti

Hayooo ngaku aja siapa diantara kalian yang masih kesulitan ngambil cuti karena bos alesan, kalo kalian cuti nanti nggak ada yang gantiin? Atau alasan kalo ngambil cuti nanti aja sekalian pas lagi hamil — kalo laki-laki nunggu pas sunat — ?

Sebenernya cuti itu adalah hak karyawan yang memang bisa diambil kapanpun mereka mau dan dengan alasan apapun sekalipun itu alasannya adalah “interview kerja di tempat lain”. Ini kenapa aku nggak setuju kalo orang mau ambil cuti ditanyain mau ngapain, kecuali ada lebih dari satu orang di dalam satu department yang mengjukan cuti bersamaan. Karena alasan cuti bisa jadi pertimbangan, mana alasan yang paling mendesak, maka dialah yang diperbolehkan. Dan beberapa case lain yang mendesak.

Tapi kalo nggak ada alasan mendesak apapun dan kita ditanyain alasan cuti, itu sebenarnya kurang etis sih menurutku. Karena bisa aja orang mau ambil cuti tanpa alasan, karena emang bosen aja dikantor. Bisa kan? Terus dia mau jawab apa kalo ditanya? “Yaa mau cuti aja pak, lagi bosen dikantor”, gitu? Nanti penilaian dikasih jelek lagi, ups.

Terus gimana dengan alasan, “Kalo kamu cuti, terus siapa yang mau gantiin pekerjaanmu?”. Sebenernya alasan ini cukup kuat sih, karena bisa aja si karyawan memang ditengah sebuah project yang besar dan bener-bener nggak bisa ditinggal. Tapi kalo setiap kalian cuti alasan ini selalu dipake, yaaa artinya department itu kekurangan orang. Terus gimana? Jawabannya ya rekrut orang lagi, atau atasan musti pinter-pinter milah-milah pekerjaan untuk bawahannya supaya si bawahan bisa punya waktu untuk cutinya.

Kan itu alasan seorang atasan dibayar lebih mahal daripada bawahan.

Kalo perlu gantiin aja kerjaan si bawahan — kalo bisa

Di beberapa perusahaan, cuti yang masih sisa memang bisa diuangkan. Katakanlah satu hari cuti harganya 5.000 maka kalo kalian masih punya sisa cuti 100 hari maka kalian berhak mendapatkan uang sebesar 500.000 diakhir tahun untuk membayar cuti yang nggak kepake. Adil kah?

Menurutku nggak, karena ini bisa jadi senjata para atasan yang nggak punya udel ini untuk melarang anak buahnya cuti. Dan kebijakan ini tidak lepas dari fraud, banyak juga perusahaan yang saat udah deket sama akhir tahun dan seharusnya mereka membayar sisa cuti si karyawan, tiba-tiba bosnya maksa si karyawan untuk ngabisin cutinya.

“Ya jangan mau dong”, yaaa tinggal kalian siap nggak dapet nilai jelek?

Karena mau bagaimanapun kebijakan cuti itu diadakan untuk beberapa keadaan yang memang dibutuhkan tidak masuk kerja. Dan ini nggak bisa dijadikan uang, waktu itu bukan hal murah untuk dibeli, termasuk cuti.

Terus musti gimana? Ngelawan?

Jangan bosss, nanti kalian kehilangan pekerjaan dan malah jatuhnya jadi beban keluarga. Masak baru aja lepas dari title beban keluarga, mau diambil lagi title beban keluarga-nya.

Ada beberapa hal yang sebenernya bisa dilakukan — mari kita lupakan opsi lapor ke pihak berwenang, karena percuma — salah satunya adalah dengan memanfaatkan kesempatan cuti yang bisa diambil untuk mencari tempat baru.

Yap benar sekali resign, karena saat kalian sudah tidak mendapatkan hak yang seharusnya kalian dapat, maka jawaban selanjutnya adalah beranjak dan mencari tempat yang lebih baik dan mau memberikan hak kalian dengan benar.

Sebut saja metode resign ini sebagai metode tarzan, dimana kalian nggak perlu ngelepas kantor lama sebelum kalian mendapatkan pekerjan baru yang lebih baik, kaya tarzan yang lagi bergelantungan, dia nggak akan ngelepas pohon sebelumnya kalo belum megang pohon yang baru. “Terus gimana mau cuti kalo pas lagi interview? orang ngambil cuti aja susah”, maka jawabannya adalah unpaid leave.

Yak bener, kalian musti mengorbankan sedikit gaji kalian buat dipotong pas kalian lagi interview dan nggak diijinin untuk ambil cuti. Hal ini dibutuhkan supaya kalian bisa lepas dari belenggu perusahaan yang udah ngebikin hari-hari kalian melelahkan.

“Terus gimana kalo pas penilaian kita dapet jelek karena nggak diterima interview?” . Sebenernya ini kemungkinan yang buruk sih, tapi ya mau bagaimana lagi, butuh pengorbanan buat bisa lepas dari kandang macan.

Karena lepas dari sebuah situasi yang buruk tanpa sebuah luka, itu adalah mukzizat

Ada sebuah solusi lain yang lebih aman sebenernya, solusi ini pernah aku coba tapi berakhir dengan tambah musuh. Yaitu dengan pindah department, ini solusi yang paling aman tanpa harus takut kehilangan penilaian ataupun potong gaji karena unpaid leave.

Kok bisa nambah musuh? Iyalah, bos lama pasti ngerasa kalo kita benci ama mereka. Padahal iya.

Tapi pastikan dulu kalian research tentang department baru yang akan kalian pindahin, dari mulai jobdesknya sampai atasannya. Kalau semuanya cocok, ya tinggal nego-nego aja sama atasannya, disini kemampuan bacot dan lobi-lobi sangat diperlukan.

Intinya jangan mau ditindas sama perusahaan atau atasan, karena serendah apapun jabatan kalian disebuah perusahaan, kita tetap sedang menjual jasa. Saat keadaan sudah tidak menguntungkan, maka kita juga harus mengambil tindakan.

Itukan yang dilakukan oleh pebisnis?

--

--

Light Bulp
Light Bulp

No responses yet