Mungkin nggak sih sekarang beli rumah?

Light Bulp
4 min readSep 19, 2022

--

Photo by Devon Janse van Rensburg on Unsplash

Beberapa minggu yang lalu aku ngumpul bareng para lelaki seumuranku dan selayaknya lelaki seumuran 25–30 tahun, pembicaraan kami masih berkutat di “bisa nggak ya kita beli rumah?. Hahahaha, tolong lah pak Jokowi dibantu kami ini.

Oke-oke jangan sedih dulu karena menurutku kita bisa dan masih sangat mungkin kok memiliki rumah. Memiliki ya, memiliki bukan berarti harus beli sendiri, karena jalannya banyak, bisa dari warisan ataupun dari pemberian orang tua.

Terus kalo beli sendiri mungkin nggak? Jawabanku masih sama, mungkin. Dan masih sangat mungkin, tapi dengan satu syarat. Jangan nafsuan.

Kenapa mungkin?

Jawabannya sederhana, yang bikin kita sekarang serasa nggak mungkin beli rumah adalah karena kita hanya melirik rumah-rumah yang baru. Kenapa kita nggak coba ngelirik rumah yang second? Sama seperti kita beli mobil.

Mungkin banyak dari kalian yang ngomong “kalo mobil kan harganya turun terus, apalagi mobil baru ke second, setelah keluar showroom, harga mobil langsung turun 30%. Rumah kan nggak gituWkwkwk kata siapa?

Tau nggak kenapa rumah baru rasanya mahal banget? Karena dalam rumah baru yang dibuat sama developer, disitu ada uang marketing, sales, gaji tukang, gaji karyawan, uang pelicin 🫢 belum lagi kalo kita ngambil kredit masih ada biaya KPR.

Dimana kalo mereka mau untung, biaya-biaya diatas harus dibebankan ke produk yang mereka jual kan? Dan kalian bisa tebak apa yang mereka jual, yak bener rumah. Hal ini diperparah lagi dengan informasi gorengan seperti “sebentar lagi disitu bakalan dibangun tol loh” atau “ini deket sama stasiun LRT” — yang nggak jadi-jadi itu.

Dan sebenernya kalo kalian tau, enak jika rumah kalian ada di depan stasiun, kalo dibelakang stasiun itu yang jadi masalah. Udah berisik, kumuh, kadang jalan rusak juga nggak diperhatiin. Sooooo, informasi ini sebenernya seperti pisau bermata dua.

Turun 30%…

Hehe, tau nggak kenapa harga mobil bisa turun se drastis itu saat mereka keluar dari showroom? Padahal kalo diliat mobilnya juga nggak baret, mobilnya juga masih plastikan dan bahkan bau jok baru pun masih tercium.

Jawabannya adalah kepemilikan. Aku nggak pernah survey langsung, tapi ini jawaban yang kurasa paling masuk akal.

Gini, yang dimaksud kepemilikan adalah, saat mobil ini ada di showroom maka kepemilikan mobil ada di pihak organisasi, sedangkan saat mobil ini dibeli maka kepemilikan menjadi kepemilikan individu. Pertanyaannya, kenapa kepemilikan bisa membanting harga sebegitu jauhnya?

Karena attribute yang melekat dalam barang itu berbeda, saat barang tersebut masih milik organisasi disitu ada biaya marketing, gaji karyawan, tunjangan karyawan, dan warehouse.

Ini alasan kenapa sales dituntut untuk menjual mobil dengan cepat, karena semakin lama attribute ini melekat dalam mobil, biaya yang dikeluarkan makin mahal. Dan ini juga berlaku dengan rumah, bedanya kalau mobil biaya yang dikeluarkan lebih banyak sedangkan harga mobil terus menurun.

Sedangkan rumah, biaya marketing, sales dan gaji karyawan makin banyak tapi harga rumah masih relatif stabil. Tapi secara garis besar masih mirip, ada biaya variabel disitu.

Kepemilikan Individu…

Saat barang sudah menjadi kepemilikan individu, maka semua biaya variabel tadi hilang. Kan kalian nggak gaji karyawan, dan marketing to? Inilah yang membuat harga barang setelah kepemilikannya berpindah itu berubah.

Kepentingan yang ada dalam sebuah barang berubah, karena yang tadinya barang ini ada untuk dijual sekarang menjadi untuk dimiliki. Dan inilah celah dimana kita bisa beli rumah dengan harga dibawah pasaran developer.

Gini deh, kalo kalian punya rumah atau asset, dalam keadaan seperti apa kalian akan jual rumah atau asset yang kalian miliki? Apakah saat harganya naik? Atau saat kalian butuh uang?

Hehehe, rasa-rasanya sedikit sekali orang yang memilih pilihan pertama, kenapa? Karena siapa yang tau kapan harga rumah atau asset properti naik atau turun? Dan kalopun harga properti naik, pasti ada sebab yang sangat gamblang, seperti ada tol, dibangun mall dan sebagainya.

Sedangkan saat itu terjadi aku yakin banyak yang lebih memilih untuk mengontrakan rumahnya ataupun disewakan untuk keperluan bisnis. Karena secara perhitungan pasti lebih menguntungkan dan lebih berkelanjutan.

Dan siapa orang goblok yang mau beli rumah deket mall?

Jawaban kedua lebih masuk akal, kebanyakan orang akan jual rumahnya saat keadaan ekonomi mereka sedang terdesak. Hehe kesannya jahat, tapi ini peluang. Dan kalian tau lah kalo orang yang sedang terdesak akan cenderung jual rumah/tanah lebih murah dari pasaran.

Belum lagi kalo level keterdesakan nya tinggi, bisa lebih dibanting lagi harganya. Hehe gimana? Menarik kan? Apa lagi kalo kita bisa menjaga uang kita dalam bentuk yang solid seperti emas dan ada pandemi atau krisis melanda, wahhhh kesempatan dapetin rumah dengan harga miring lebih terbuka lagi.

Selagi rumah itu kepemilikan individu, harga propertinya masih sangat mudah digoyang, karena faktor harga hanya masalah persepsi, tidak ada badan atau organisasi khusus yang mengatur harga rumah. Belum lagi kalo kalian ambil secara cash. Hilang sudah biaya KPR. Lebih tinggi lagi selisihnya.

Sedangkan mana ada rumah developer yang bisa ditawar?

Jadi mungkin nggak?

MUNGKIN…

--

--

Light Bulp
Light Bulp

No responses yet