Kerja emang susah, tapi jangan nyusahin hidup orang juga dong
Jadi beberapa hari yang lalu salah satu kenalanku baru saja menjalani interview di sebuah perusahaan start up, seperti interview pada umumnya, dia menjalani beberapa pertanyaan dari HRD hingga sebuah pertanyaan muncul “jadi bisa mulai join tanggal berapa?”. Sebuah pertanyaan yang membuat semuanya runyam.
Setelah pertanyaan tersebut dan temanku menjawab dengan lantang, lalu secara magis dan tiba-tiba si HRD hilang dari permukaan bumi. Bahkan temanku sudah mulai mencari informasi kos-kosan disekitar perusahaan karena dia merasa ada feedback positif dari HRD.
Singkatnya, temanku menjawab dia sanggup masuk ke perusahaan setelah tanggal 20 Mei. Waktu demi waktu bergulir, nggak ada kabar yang datang, resah lah dia sampai pada satu titik akhirnya dia memberanikan diri untuk menghubungi kembali HRD melalui kontak yang digunakan kemaren saat melakukan rekrutmen.
Dannnnn hingga tanggal 20 pagi pun dia tidak mendapatkan jawaban apapun. Mungkin jawaban penolakan terasa lebih baik saat itu.
Gini deh, kalian pernah nggak nembak pasangan terus jawabannya “hmmm, nanti ya aku pikir-pikir dulu”. Menunggu 1–2 hari masih bukan jadi masalah, tapi kalo sampek mau lulus sekolah jawaban masih belum juga didapat kan muak ya?
Aku tau, sebenarnya HRD punya sebuah mekanisme picik dimana mereka akan menampung semua orang yang lulus screening dan dengan sengaja menggantung kandidat, agar mereka tidak buru-buru mendaftar ke perusahaan lain, yang nantinya hanya 1 orang yang akan mereka hubungi untuk benar-benar masuk ke perusahaan tersebut.
Aku tau ini lazim sekali terjadi…
Tapi, mbok ya jangan menggantung perasaan orang dengan menanyakan “jadi kapan bisa mulai join?”.
Pertanyaan ini kesannya sepele untuk mereka yang sudah dibayar rutin oleh perusahaan. Tapi percayalah, untuk orang yang sudah susah payah mencari pekerjaan dan menghabiskan banyak uang untuk biaya mondar-mandir, pertanyaan itu seperti harapan hidup untuk orang sakit jantung akut.
Aku nggak begitu paham pekerjaan dan teori apa yang mereka gunakan untuk menyanggah dan membenarkan apa yang sudah mereka lakukan kepada temanku ini. Tapi yang jelas, ini sudah diluar etika berprofesi yang benar.
Para kandidat sudah melakukan kewajiban mereka dengan mengumpulkan berkas dan mengikuti test serta interview satu per satu, jadi bukannya sudah seharusnya perusahaan melakukan kewajiban mereka juga dengan memberikan kepastian?
Ngasih kepastian itu nggak susah lo, cuma cukup ngomong iya atau nggak, beres. Menahan keputusan hanya karena perusahaan nggak mau rugi kehilangan kandidat tanpa memikirkan perasaan cemas para kandidat.
Belum lagi rasa kecewanya, digantung berminggu-minggu dengan pernyataan se ekstreme itu dan berujung nggak ada kabar sampai detik ini. Bahkan temenku harus menelan pil pahit kalo dia hanya bisa menerjemahkan kelakuan perusahaan tak bertanggung jawab ini sebagai penolakan.
Dulu ditempat kerja ku yang lama, aku kebetulan bekerja di bagian penggajian. Di suatu sore, atasanku datang ke kursiku dan mengatakan “hati-hati kalo ngitung gaji orang, salah satu digit aja, lu udah nge dzolimi satu keluarga”.
“Kenapa satu keluarga pak? Kan yang kerja satu orang” kataku heran.
“Orang ini kan kerja untuk keluarganya, mungkin buat lu itu cuma 10.000, tapi kita nggak pernah tau 10.000 itu artinya apa untuk mereka” jawab beliau.
Dari situ aku mikir, kadang kita suka ngeremehin kepentingan orang mentang-mentang kepentingan itu hanya hal kecil untuk kita. Mentang-mentang kita ngerasa itu sepele, bukan berarti itu beneran sepele untuk orang lain.
Ini alasan sekarang aku beneran ati-ati banget sama kerjaan, itu pun mungkin secara nggak sengaja aku masih ngerugiin orang lain.