Happiness is not one but many
Happy people are kind…
Sebuah kata yang sangat manis yang aku dapatkan pagi ini, setelah direnungi beberapa saat memang ada benarnya orang yang baik memang cenderung bahagia. Entah kenapa melihat orang yang baik nampak seperti manusia yang yang tidak memiliki masalah, namun siapa tau apa yang terjadi dibelakangnya.
Sayangnya, aku belum menjadi bahagia, yang berarti mungkin sekarang aku bukan orang yang baik. Karena musti diakui menjadi orang baik adalah tantangan tersendiri, nggak gampang loh jadi orang baik.
Kadang ketemu sama orang yang reseknya minta ampun, pengen mukul tapi takut dibilang nggak proffesional karena mereka teman kantor. Kadang ketemu sama orang yang penakut, pengen ngomong keras takut dibilang nggak penyayang. Yaaaaa, setidaknya aku takut imageku menjadi lebih buruk.
Kadang kita pengen banget jadi orang yang bahagia, karena kayak-nya menjadi bahagia adalah sebuah kemewahan yang nggak sembarang orang dapatkan. Banyak orang kerja siang malam banting tulang tanpa memperhatikan kesehatan mereka demi meraih kebebasan financial, dan banyak juga orang yang pusing dengan karirnya dimasa depan kelak, kira-kira apa yang mereka kejar? Kebahagiaan tentunya.
Tapi disisi lain ada orang yang setiap pagi jam 6 berangkat ke ladang mencari rumput dan pulang jam 9 pagi untuk memberikan rumput ke kambing titipan tetangga, lalu siangnya hanya makan nasi panas ditambah sambal bawang dan tempe tapi senyuman tidak pernah lepas dari muka mereka.
Apa yang terjadi? Jadi kebahagiaan itu apa? Dan bagaimana bentuknya?
Ada yang bilang kebahagiaan itu subjektif, dimana setiap orang punya definisi bahagianya masing-masing. Tapi saat ada orang yang merasa kebahagiaan itu adalah menjadi kaya raya dan orang tersebut bekerja sangat keras sehingga apa yang diimpikan terjadi, nggak jarang mereka cuma bertemu dengan ruang kosong.
Ada orang yang merasa menjadi bahagia adalah memiliki keluarga yang lengkap, tapi saat hal itu terwujud tidak jarang banyak yang justru stress karena melihat anaknya menangis setiap hari, melihat suaminya yang seolah tak peduli.
Artinya bukan subjektif kan? Bahkan kita sendiri nggak pernah bisa mendeskripsikan kebahagiaan kita itu apa.
Belakangan aku mulai berfikir, mungkin nggak sih kalau kebahagiaan itu bukan sebuah tapi banyak. Karena kalau saja kita berfikir bahwa kebahagiaan itu adalah sebuah tujuan hidup, maka kita nggak akan pernah menemukannya. Karena sebenarnya kebahagiaan ada desekitar kita, tiap hari dan setiap waktu.
Baiklah, coba berhenti sejenak dan lihat jauh kebelakang. Apakah tempat kalian sekarang adalah yang kalian impikan dulu? Sudah seberapa jauh kalian berjalan?
Disadari atau tidak, mungkin kebahagiaan dapat kita rasakan saat kita memandang semua yang kita punya sebagai sebuah keberhasilan.
Seorang pencari rumput yang pulang sore hari untuk memberi makan kambing titipan tetangga tersenyum bahagia mungkin karena dia merasa berhasil memberikan kehidupan kepada kambing tersebut. Dan disiang harinya dia makan nasi hangat dengan sambal bawang ditambah tempe dan tetap tersenyum mungkin karena dia merasa berhasil memberikan kenyang kepada dirinya dan keluarganya.
Tapi bagaimana jika si pencari rumput ini melihat seorang pejabat yang korup dan berangkat kerja jam 6 pagi sampai jam 9 pagi, akan tetapi bisa makan jauh lebih mewah diruangan yang nyaman dan sejuk. Mungkin senyum diwajahnya akan pudar.
Orang yang baik akan bahagia, tapi sebelum menjadi baik kepada orang lain, baiklah kepada diri sendiri terlebih dahulu. Kita membutuhkan kebaikan itu lebih dari siapapun.
Semua hal terjadi karena ada alasan, kita nggak mungkin bisa bahagia tanpa sebuah alasan untuk bahagia. Dan memandang keberhasilan kecil dalam hidup akan memberikan alasan kepada diri kita untuk membiarkan diri kita menjadi bahagia.