Extrovert dan kebutuhannya

cuma ngobrol butuhnya…

Light Bulp
4 min readAug 27, 2021
Photo by Jan Antonin Kolar on Unsplash

Jadi, seperti yang kita tau kalo manusia itu kebagi seenggaknya jadi 2 tipe. Tipe yang pertama adalah mereka yang introvert dan extrovert. Beberapa orang yang nggak paham dengan kedua tipe ini sering memanfaatkan kata-kata “saya introvert” untuk cari pembenaran. Tapi let me tell you kalo perbedaan jenis manusia ini akan mempengaruhi cara kita memperlakukan pasangan setelah menikah.

Pertama, aku nggak bermaksud menggurui siapapun. Setiap orang berhak memperlakukan pasangan kalian dengan cara apapun terlepas kalian introvert atau extrovert. Sebenarnya ada satu tipe lagi yaitu ambivert. Tapi mari kita fokus dengan yang intro dan extro saja biar nggak melebar kemana-mana.

Tapi sejak menikah, hal ini pernah jadi issue yang nggak begitu serius memang dalam hubungan rumah tangga. Tapi jadi hal serius untuk aku pribadi, karena aku adalah orang yang extrovert sedangkan istriku sebaliknya. Sebenernya istriku juga nggak introvert banget, tapi kadar introvert nya memang lebih tinggi.

Yang mengakibatkan selama covid ini berjalan dan dirumah aja, nggak ngebikin dia jadi orang yang uring-uringan. Sedangkan kebalikan dari aku, aku bener-bener uring-uringan setengah mati. Sampai ada saat dimana aku ngomong sendiri dikamar mandi, saking uring-uringan-nya. Dan harus diakui ini mengganggu seiring berjalannya waktu.

Hal yang tak anggep sepele, berakhir ngebikin aku jadi setengah gila. Awalnya aku mikir, dengan liburan bisa menyelesaikan masalah yang ada, tapi ternyata aku salah. Saat itu aku memutuskan untuk liburan ke bali, dan selama liburan di bali, ternyata aku nggak bisa menikmati liburannya.

Dan aku sudah ada di tahap nggak nyaman ketemu sama orang saat itu. Kalo kalian tau, dalam tahapan orang mengalami hipotermia atau kedinginan akut, tahapan paling berbahayanya adalah saat orang tersebut ngerasa kepanasan dan memutuskan melepas bajunya padahal keadaan sekitar sedang dalam keadaaan suhu udara yang ekstrim dinginnya.

Yang bisa ngebikin apa yang selama ini mengganggu bisa lepas adalah ngobrol sama temen deket ku yang sekarang tinggal di bali. Setelah kejadian itu, aku sadar bahwa seorang extrovert atau seenggaknya aku punya kebutuhan bersosial yang lebih.

“Lah, kan dirumah udah ada istri, emang sama istri nggak bersosial?”, jelas bersosial dong. Aku sama istri itu bisa ngobrol sampe jam 1 malam setiap habis kerja sehari-hari. Tapi percaya deh, kebutuhan bersosial ku lebih dari hanya ngomong dengan orang yang sama setiap harinya. Bahkan setiap ngomong sama istri, aku bisa nebak loh opini apa yang akan keluar dari dia.

Ketemu sama orang yang sama selama 24 jam dan tau semua gerak geriknya dia dan kelakuannya ngebikin aku jadi ngerti siapa istriku dan bagaimana jalan berpikirnya. Terutama banyak hal kita udah lewatin bareng-bareng. Kayaknya ini ngebikin aku jadi bisa nebak arah jalan pikir istriku setiap kita ngobrol bareng.

Jadi aku memutuskan buat meluangkan waktu seenggaknya dalam satu hari 2 jam buat main badminton kecil-kecilan di depan rumah bareng sama teman yang kebetulan jadi tetangga sekarang. Dan selama aku ngelakuin itu, nggak ada issue uring-uringan lagi.

Jangan kalian pikir pas aku ketemu selama 2 jam itu cerita hal yang personal ya, nggak kok. Cuman ketemu dan cerita ngalor ngidul aja, semua hal personal ku udah tak omongin sama teman yang di bali selama aku di bali kemarin. Jadi dalam sehari selalu tak pastikan bisa ngobrol sama orang selain yang ada dalam satu keluargaku.

Nggak peduli apa opini orang yang tak temui ini, tapi ngobrol sama mereka ngebikin kebutuhan bersosial ku terpenuhi. Memang terkesan aneh, tapi ini kejadian di aku. Aku nggak ngerti ya ini akan berujung kemana kalo aku nggak ketemu jalan untuk memenuhi kebutuhan bersosial ku.

Awalnya istriku juga ngerasa aneh, kenapa seenggaknya seminggu sekali musti keluar rumah sih buat ketemu temen? Karena dulu ada masanya aku setiap minggu sekali selalu ketemu sama salah satu temen yang sekarang nggak mungkin ditemui seminggu sekali karena istrinya lagi hamil. Serem bos lagi musim covid.

Karena waktu itu istri ngomong kalo kenapa harus setiap minggu sih, dan aku ngerasa juga nggak masuk akal kalo tiap minggu harus ketemu. Yaudah aku memutuskan buat mengurangi intensitas ketemu orang yang awalnya seminggu sekali jadi sebulan sekali. Dan ternyata itu jadi mengganggu buat aku.

Intinya adalah, dalam berumah tangga kita tuh harus tau kebutuhan pasangan kita. Pasangan kita bukan hewan yang cuma butuh dikasih makan sama minum doang. Bahkan hewan pun masih butuh untuk bersosial, dan ada jenis hewan yang kalo kurang bersosial dengan sesama nya bisa bikin hewan tersebut stress.

Bayangkan kita ini manusia, makhluk yang jauh lebih kompleks dari hewan. Jangan hanya karena kita extrovert, terus memaksa pasangan untuk ikut ketemu orang setiap minggunya, karena pasti itu nggak nyaman banget untuk mereka. Dan sebaliknya, hanya karena kita introvert, jangan memaksa pasangan kita untuk nggak ketemu orang.

Manusia memang makhluk yang kompleks, menikah dibutuhkan kemampuan buat memahami kekompleks an tersebut. Karena sudah pasti kita menikah dengan sesama manusia toh? Masak kalian nikah sama guling? Kan nggak.

--

--

Light Bulp
Light Bulp

No responses yet