Enakan jadi suami ketimbang istri…

Light Bulp
3 min readOct 28, 2021

--

Photo by Kelli McClintock on Unsplash

Kemaren malem aku ngomongin sesuatu yang menarik sama istri, jadi ada selebgram yang update ig story kalo suaminya lagi liburan sedangkan keadaan sebenarnya si istri baru saja melahirkan dan anaknya masih sangat kecil.

Seperti netizen pada umumnya kan suka kepo, akhirnya ada satu netizen yang nanya “kok mau sih ngijinin suami untuk liburan, sementara si ibu baru melahirkan kan yang justru butuh hiburan?” kurang lebih pertanyaannya begitu. Aku nggak tau persis soalnya cuman diceritain sama istriku.

Dan si selebgram ini menjawab kurang lebih pointnya adalah “yang butuh hiburan itu nggak cuman aku sebagai ibu, tapi suami pun juga butuh hiburan”. Kurang lebih juga gitu jawabannya, karena aku cuman diceritain sama istriku.

Tapi point yang mau tak bahas bukan jawaban dari si selebgram ini, melainkan pertanyaan si netizen. Disclaimer ya, pertanyaan yang ditanyain ini nggak ada salahnya. Karena aku yakin kalo dia ngomong seperti itu bukan karena dia benci sama suami, kalo emang dia punya suami.

Tapi cuman nggak seneng aja kalo suami seneng, tapi dianya ngerasa menderita.

Jujur aja, aku sendiri belum pernah jadi bapak dan istriku juga belum pernah hamil. Tapi menurutku pribadi, di hari pertama seorang istri ngomong kalo dirinya hamil. Itu adalah hari dimana perjuangan seorang ayah dan seorang ibu dimulai, inget lo ya perjuangan ayah dan ibu nggak cuman ibu doang.

Sekarang banyak banget orang yang ngangkat issue masalah mental illness seorang ibu dan seberapa beratnya seorang ibu harus survive dengan rutinitas bangun malamnya. Belum lagi banyak feminist yang ngomong kalo dengan melahirkan bayi maka kemerdekaan seorang perempuan hilang.

Dengan banyaknya orang yang mengangkat issue tentang kehamilan perempuan, secara nggak sadar akhirnya banyak banget perempuan yang memiliki mental korban saat menjalani kehamilan. Banyak wanita yang akhirnya ngerasa bahwa perjuangan dalam kehamilan itu sebagian besar hanya perjuangan mereka.

Nah ini ngebikin akhirnya pertanyaan kaya netizen itu lahir, karena wanita ini merasa bahwa pada masa kehamilannya hanya dia yang berjuang maka yang harusnya berhak untuk mendapatkan hiburan adalah dia. Terus gimana dengan suami? Suami hanya boleh bahagia setelah istrinya bahagia.

Karena fungsi suami dalam masa kehamilan sang istri dianggap sebagai fungsi support doang, nggak lebih.

Padahal jangan salah suami juga pusing buk ngurusin orang hamil, kadang di kantor udah ada masalah, pulang kerumah mau menenangkan diri ehhhh si ibu cranky juga. Kita sebagai suami harus nahan juga dong, belum lagi kalo ngidam aneh-aneh, nggak sering seorang laki-laki nggak bisa tidur malem bukan karena nggak bisa tidur.

Melainkan kita pengen punya waktu yang tenang aja, waktu dimana kita bisa merhatiin diri sendiri aja tanpa harus memperhatikan orang lain.

Dan jangan mikir laki-laki selama ibu mengandung 9 bulan itu cuman ongkang-ongkang kaki doang. Wahhhh aku aja sekarang udah kebayang gimana nano-nano nya perasaanku sebagai laki-laki pas istriku ngomong kalo dia hamil.

Bahagia, bingung, takut nyampur jadi satu, itu kalo dijadiin makanan udah nggak ada enak-enaknya. Bahagia karena akhirnya bisa menjadi ayah dan penantian yang sudah dinanti-nantikan akhirnya datang juga, bingung karena masih baru sebagai orang tua–yang baru nggak cuman ibu doang ya–takut salah nge treat anaknya.

Takut karena taku nggak bisa menghidupi anak dan istrinya dengan layak, takut dibilang jadi ayah yang gagal dan takut dibilang jadi suami yang gagal karena lebih mikirin anak. Takut juga nggak bisa memberikan persalinan yang layak kepada istri tercintanya. Percayalah, kalo dibaca atau diucapkan ini kelihatan sepele banget. Tapi buat laki-laki ini bisa jadi dosa seumur hidupnya.

Pointnya adalah mau suami atau istri, semuanya memiliki perjuangan masing-masing. Selayaknya orang yang berjuang, keduanya berhak atas istirahat dan bahagia. Kalo emang suami belum bisa istirahat, seenggaknya istri bisa beristirahat dulu. Tapi sebaliknya juga, kalo emang yang memungkinkan istirahat suami dulu, yaudah biarin dia istirahat.

Toh dengan membiarkan suami atau istri bisa beristirahat dan selesai dari peristirahatannya, pasti secara nggak langsung ngasih aura positif ke yang belum istirahat. Mungkin dalam perjalanannya aku mengakui bahwa perjuangan ibu itu 10 tapi perjuangan ayah bukan berarti 0 kan?

Kalo ngeliat ada laki-laki yang sampe hujan-hujan bahkan demam pun nggak dipikirin demi bisa ngasih makan anak istri, itupun masih sering diprotes anak kalo ayah nggak pernah ada dirumah. Aku harus ngasih nilai 8 atau bahkan 9 deh.

“Tapi kan ada laki-laki yang brengsek, tau istrinya hamil malah dianya seneng-seneng sama temennya, bahkan ada yang selingkuh”. Yaaa kalo ngomongin brengsek, ada juga cewek yang brengsek kan?

Sama aja toh?…

--

--

Light Bulp
Light Bulp

No responses yet