Corona oh Corona
Per hari ini sudah lebih dari 2000 orang yang terkena virus COVID-19, setidaknya data ini yang sering keluar di televisi-televisi indonesia. Saya ingin berbicara mengenai COVID-19 ini dari sudut pandang saya pribadi. Karena jujur saja sudah banyak fenomena sosial yang cukup menggelikan buat dibaca dan dipahami.
Dari mulai penolakan penguburan jenazah hingga banyaknya PHK yang terjadi belakangan. Banyak orang menyalahkan pemerintah, pengusaha dan banyak pula yang menyalahkan satu sama lain karena hal ini.
“Wajar” setidaknya kata-kata ini yang terbesit dikepala saya waktu pertama kali melihat fenomena sosial yang sering keluar dimedia sosial dan media televisi belakangan. Harus diakui pandemik ini nggak cuma memukul kesehatan masyarakat kita, tapi juga memukul sektor-sektor lain dari mulai perekonomian hingga sektor pariwisata. Jadi wajar kalau fenomena sosial terus menerus keluar.
Dan beberapa fenomena sosial yang terjadi memang sedikit mengganggu, salah satu hal yang bikin mengganggu adalah informasi yang terpotong, dan mungkin logika yang terpotong.
1. Mudik ramai-ramai
Padahal lagi banyak-banyaknya virus, tapi masih aja mudik. Emang nggak kasihan apa sama orang yang dikampung?
Mungkin itu yang terbesit dibenak sebagian besar dari kita, setidaknya sampai ada berita bahwa sebagian besar pemudik ini adalah para pekerja informal.
Dengan kebijakan pemerintah yang menghimbau semua kantor untuk melakukan Work From Home(WFH) maka dengan otomatis mereka yang menggantukan nasibnya kepada tingginya mobilitas pasti akan mengalami penurunan drastis pada penghasilannya. Salah satunya adalah ojol, dan para pedagang di stasiun kereta api. Sedangkan pengeluaran nggak pernah memperhatikan pandemi virus, belum lagi kalo mereka harus kirim ke kampung halaman.
Hal ini mempersempit alasan mereka untuk tetap berada di perantauan. Mungkin kalian yang sekarang sedang bekerja dengan tenang dirumah dan sedang menunggu penghasilan yang akan ditransfer diawal bulan tidak merasakan kerisauan mereka. Tapi percayalah, setiap detik mereka ada disini, maka setiap detik itu juga otak mereka berpikir keras untuk memenuhi kebutuhan perutnya dan keluarganya.
Jadi, berhenti untuk menjudge mereka. Selama hal yang mereka lakukan tidak melanggar hukum, tidak ada alasan untuk kita mengatakan bahwa yang mereka lakukan salah.
Karena perbedaan latar belakang mengakibatkan perbedaan pola fikir
2. Memblokade pemakaman korban meninggal COVID-19
Dimana langit dijunjung disitu bumi dipijak
Mungkin pepatah diatas bukan hal aneh lagi untuk kita, dan hal inilah yang mendasari kebanyakan dari warga ini menolak pemakaman jenazah korban corona ini.
Stop !!! jangan marah dulu. Ada sebuah berita yang ditulis oleh kompas yang mengatakan bahwa kebanyakan dari warga ini merasa kalau tidak ada informasi yang masuk ke merka terkait pemakaman pasien korban corona ini. Jadi tiba-tiba nggak ada angin nggak ada hujan masuklah rentetan mobil ambulance ini untuk menguburkan jenazah korban corona.
Saya merasa kalau seharusnya ada pembicaraan terlebuh dahulu kepada warga terkait hal ini, karena suka atau tidak suka warga sekitar juga memiliki kekhawatiran tentang virus ini. Dannnnnn, musti dimaklumi juga nggak semua orang mendapatkan informasi yang sama mengenai virus ini, sekaligus kemampuan orang dalam mengolah informasi pun berbeda antara satu orang dan lainnya.
And can someone tell me, kenapa harus ada pemakaman khusus dipinggiran terhadap jenazah yang meninggal karena corona ini kalau medis mengatakan bahwa tidak akan berbahaya selama dimakamkan dengan cara yang benar? Sejujurnya, kebijakan pemerintah memakamkan jenazah ini dipinggiran agak aneh kalau mereka merasa ini tidak berbahaya.
Bagaimana warga tidak merasa aneh, ada jenazah yang semasa hidupnya tidak tinggal didaerah tersebut, dan bahkan nggak punya kerabat di daerah tersebut dimakamkan karena terpapar sebuah virus. Anehnya lagi, tim medis meyakinkan bahwa tidak akan terjadi apapun selama penanganannya benar.
Yaaaa..kalo aman selama penanganannya benar, kenapa nggak dimakamkan saja di pemakaman terdekat dengan keluarganya ya :)
3. PHK besar-besaran
Baiklah, pertama kali saya ingin mengucapkan duka sedalam-dalamnya kepada teman-teman yang terkena PHK.
Dengan pesangon berapapun, PHK tetaplah PHK. Yang artinya mereka nggak lagi bisa bekerja dan mendapatkan penghasilan bulanan. Dan tidak bisa dipungkiri mencari pekerjaan ditengah keadaan yang seperti ini tidaklah mudah.
Oke, mari kita berfikir objective. Tidak hanya membicarakan tentang teman-teman yang di PHK tapi juga mari membicarakan lesunya bisnis akhir-akhir ini karena hadirnya sang corona ini.
Saya dulu pernah berada di divisi Human Resource selama 2 tahun dan percayalah teman-teman, memberhentikan seseorang bukan hal yang mudah. Karena kalau ditanya ganjalan apa yang pertama kali muncul untuk memberhentikan seseorang maka jawabannya adalah “keluarga”. Karena memberhentikan seseorang artinya kita sudah menutup penghasilan keluarga tersebut, terutama kalau yang diberhentikan adalah seorang kepala rumah tangga.
Tapi melihat keadaan akhir-akhir ini, wajar saja jika banyak perusahaan yang harus merugi dengan adanya pandemik ini. Sebut saja sebuah perusahaan BUMN yang sangat terkenal, Garuda. Penerbangan sudah pasti sepi, pemerintah menghimbau untuk tidak mudik yang artinya penerbangan domestik sudah mengalami ancaman besar, sedangkan kebijakan pemerintah yang menghimbau semua orang untuk dirumah sudah mengancam penerbangan international. Sedangkan gaji karyawan, maintenance dan tunjangan kepada karyawan harus terus dibayarkan.
Bayangkan dengan keadaan diatas, kalau garuda bukan perusahaan BUMN yang disokong pemerintah. Apa yang bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan bisnis mereka? Jika ada 10.000 karyawan yang mereka punyai, apakah semua orang ini harus dikorbankan? Entahlah, tapi logika ini yang ada dikepala saya.
Intinya, pandemik ini nggak hanya menyerang kesehatan, akan tetapi semua aspek mengalami dampak yang signifikan dengan adanya pandemik ini. Maka segala fenomena sosial yang terjadi bukan sesuatu yang mengagetkan jika kita menyadari betapa banyaknya warga indonesia dan beragamnya latar belakang mereka.