Control your social life
Siapa kalian di media sosial?
Hari ini nampaknya hampir semua orang memiliki 2 kehidupan sosial, pertama adalah kehidupan sosial yang sebenarnya dan yang kedua adalah kehidupan sosial dalam genggaman. Pertanyaannya adalah, mampukah kita menhidupi kedua kehidupan sosial kita? Samakah jati diri kita di dua kehidupan sosial tersebut?
Hari ini sudah sekitar 7 bulan aku nggak begitu aktif lagi main instagram dan mulai mengontrol kehidupan sosial virtualku dengan berbagai macam cara mulai dari menghilangkan orang yang tidak begitu kukenal dari list pertemanan sampai menghilangkan teman yang membawa dampak kurang menyenangkan. Terkesan jahat ya?
Tunggu dulu….
Sadari bahwa dalam kehidupan sosial kita sehari-hari, kita pun melakukan hal yang sama, kita tidak akan menjadikan setiap orang yang kita kenal menjadi seorang teman yang bisa melihat keseharian kita dan sebaliknya kan? Karena sejatinya kita punya sebuah filter untuk memilih mana orang yang berhak tau tentang kehidupan kita dan mana yang tidak.
Ide ini mencuat saat aku setelah menikah dan menyadari akan ancaman mental illness jika kami tidak segera dikaruniai anak. Entah kenapa sudah ada dibayanganku bahwa semua timeline twitter hingga story instagramku akan menjadi posyandu nantinya. Dan jujur aku adalah orang yang mudah terganggu akan hal tersebut.
Dari situlah aku memutuskan untuk tidak mau terganggu dengan orang yang bahkan tidak terlalu mengenalku, nah hal inilah yang mentrigger aku untuk melakukan kontrol terhadap kehidupan media sosialku.
Karena musti diakui mungkin kebanyakan dari kita mengalami stress bukan dari kehidupan sosial sehari-hari tapi justru dari sosial media. Orang jaman dulu jarang banget stress hanya karena nggak pernah liburan, sedangkan kita? Disuruh diem dirumah 1 bulan aja udah gatel pengen jalan-jalan. Orang bisa stress dengan pekerjaan mereka karena melihat orang lain bekerja dengan sangat menyenangkan dan penuh dengan keceriaan dalam kantornya, darimana kita melihat ini? Media sosial bukan?
Hari ini kita bisa melihat dan mendengarkan sesuatu tanpa harus diberi tahu atau harus bertanya. Sialnya apa yang kita lihat dan apa yang kita dengar itu bukan hanya kita yang memegang kendalinya, melainkan orang lain ikut memegang kendali terhadap apa yang mau mereka suguhkan kepada followers nya, yaitu kita.
Hal inilah yang bikin aku merasa harus mulai melakukan kontrol terhadap media sosial karena mau tidak mau media sosial adalah kehidupan sosial lain dari diri kita, kita bisa menjadi siapapun di media sosial, kita bisa menjadi orang brengsek di media sosial padahal di kehidupan nyata kita adalah orang yang baik. Kita bisa tersinggung karena orang lain yang padahal mereka tidak pernah punya niat mau menyinggung kita, dan lucunya kita bisa membenci orang yang bahkan tidak pernah kita temui selama beberapa tahun belakangan.
Lalu jika kita tersinggung, salah siapa?
Jawabannya adalah salah kita sendiri, karena memang dalam bersosial semua harus dalam kontrol yang baik. Bayangkan saja dengan kontrol yang buruk, seseorang yang baik bisa terjerumus dalam hitungan hari dan masuk bui beberapa minggu kemudian. Semua bisa terjadi jika kita tidak melakukan kontrol terhadap kehidupan sosial, tidak tau berteman dengan siapa, tidak tau siapa orang yang kita ikuti dan bahkan tidak tau siapa yang sedang mengawasi.
Beruntungnya, sedari kecil kita sudah diajarkan untuk mengontrol kehidupan sosial oleh orang tua, dengan memberi tau mana yang baik dan mana yang buruk dan mungkin diajarkan cara untuk bergaul dengan baik dan tanpa mengambil resiko terlalu dalam.
Dan sadari bahwa kita hari ini terbentuk karena tempaan sosial dari kita lahir, tidak ujuk-ujuk kita bisa dengan mudah membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Semua melalui proses yang begitu panjang, dari mulai merasa dicintai hingga merasa tidak dibutuhkan.
Sialnya, media sosial ini muncul ditengah-tengah kehidupan dan merangsak masuk tanpa permisi. Yang selanjutnya terjadi adalah tanpa sadar kita sudah masuk terlalu jauh kedalam lingkungan sosial yang baru tanpa kontrol tanpa pertahanan dan tanpa tau ilmu bersosial di lingkungan yang baru ini.
Makanya jangan kaget kalo ada orang yang becanda di media sosial dan ada orang yang menanggapi dengan serius lalu berakhir menjadi perdebatan
Sederhananya kita ini prematur didalam media sosial, tapi memang perlahan pasti kita tumbuh dari orang yang tidak bisa membedakan mana privacy dan mana yang bisa dishare ke public. Terbukti waktu pertama kali facebook keluar banyak banget orang mencurhatkan permasalahan pribadinya dengan gampang di beranda facebook, dan hari ini sudah mulai banyak juga dari kita yang punya filter yang bagus terkait privacy.
Lalu apa efek yang aku terima dari mengontrol kehidupan media sosial ini? Percaya deh ini menyenangkan banget wkwkwk, karena selama 7 bulan belakangan keresahan yang datang hanya keresahan yang dekat, jadi bisa diselesaikan dengan mudah. Intinya menjadi manusia biasa itu menyenangkan, hanya mendengar apa yang ada disekitar dan melihat apa yang yang ada disekitar.
Efek selanjutnya adalah kita bisa mengembalikan smartphone kita ke kodratnya. Jadi bayangkan dijaman kita masih menggunakan SMS untuk saling berkirim pesan, saat itu memang semua orang sama seperti hari ini, sibuk sendiri dengan hanphone tapi yang membedakan adalah jaman dulu orang menggunakan handphone untuk berkomuninkasi, dan saat kita bertemu dengan orang yang kita ajak berkomunikasi tersebut maka handphone akan ditaruh dan kita akan berkomunkasi tanpa melibatkan gadget. Karena harusnya kita bisa menghargai orang yang sudah meluangkan waktunya untuk ketemuan dengan tidak mengacuhkan mereka dengan gadget kita.
Dah ah gitu aja…