Cerita seorang dokter sapi
Pak Hasan bekerja sebagai dokter hewan yang ada keahlian teknisi sedikit-sedikit di sebuah perkebunan besar yang ada di pinggiran kota. Hari ini mungkin jadi hari yang lumayan melelahkan karena banyak sapi yang jatuh sakit. Sehingga beliau kebingungan harus mengurus sapi yang mana dulu.
Tak lama kemudian, datang seorang petinggi dari peternakan tersebut, dia lagi ngeliat-liat peternakan dan memastikan tidak ada yang bermasalah dari peternakannya. Kebetulan memang petinggi ini agak rewel kalau ada hal yang kurang sesuai terhadap kebunnya.
Hingga sang petinggi menemukan kebocoran di salah satu tangki air minum untuk sapi-sapi ini yang mengakibatkan banyak sapi jatuh sakit. Naik pitam lah si petinggi melihat hal ini, lalu dia memerintahkan staff yang ada untuk memanggil pak Hasan.
“Iya pak, maaf ada yang bisa saya bantu?” pak Hasan datang dengan terseok-seok.
“Ini tolong ditambal dong tangki airnya, ini bikin sapi banyak keracunan”
“Baik pak, nanti saya kerjakan” pak Hasan menjawab dengan yakin dan kembali mengurus sapi-sapi yang sudah keracunan. Pusing kepala pak Hasan karena memang peternakan bagian sapi ini sedang kekurangan orang. Jadi terpaksa beliau merangkap menjadi teknisi, itung-itung belajar sekalian sembari mencoba menjadi teknisi. Karena disini, gaji teknisi memang lebih tinggi dari seorang dokter, siapa tau kelak dia bisa beralih profesi menjadi seorang teknisi.
Pukul 4 sore keesokan harinya, “San, ini masih belom ditambal juga? Nambal begini aja masak sehari nggak kelar sih?”
“Maaf pak, kemaren saya masih ngurus sapi yang keracunan” pak Hasan mencoba menjelaskan.
“San, ini masalahnya kalo nggak lu benerin bakalan ngeracunin yang lain. Gimana sih, masak gitu aja gak ngerti?”
“Baik pak saya kerjakan sekarang” pak Hasan segera mengambil keperluan untuk membenahi tangki yang jebol itu. 3 jam sudah berlalu dan pak Hasan ternyata menemukan permasalahan lain, tangki ini memiliki struktur khusus yang ternyata memang baru saja di release belakangan, ini menyebabkan pak Hasan kesulitan untuk membenahinya.
“Pak, sapi yang diujung sudah harus dibantuin, kalo nggak 1 jam lagi bisa meninggal” ujar salah satu pembantu pengurus sapi junior dengan wajah setengah panik.
Tanpa pikir lama pak Hasan langsung lari ke arah sapi tersebut dan benar saja keadaannya memang sedikit mengkhawatirkan. Pak Hasan langsung mengambil alat untuk membantu sapi tersebut mengeluarkan racun dalam tubuhnya agar dia bisa kembali pulih, operasi dilakukan kurang lebih 5 jam. Dan sapi itupun tertolong.
Setelah pak Hasan selesai dengan sapi itu dia langsung kembali untuk mempelajari struktur tangki yang sedang dia kerjakan. Betapa kagetnya dia sudah melihat atasannya sedang membenarkan tangki dan bergumam “Sannnn sannnn, gini aja kok lama” sembari menggelengkan kepala tanda heran dengan teknisi yang katanya sudah ahli ini.
Keesokan harinya tangki sudah berhasil dibenarkan dan air sudah tidak tercemar lagi, sebagian besar sapi juga sudah berhasil diselamatkan walaupun ada jatuh korban sapi tapi itupun tidak banyak. Mau bagaimana lagi, pak Hasan sudah berusaha sekuat tenaganya.
“Sannnnn, sini bentar dong” atasan pak Hasan memanggil.
Tanpa makan waktu lama, pak hasan segera meninggalkan pekerjaannya sebentar dan datang menemui atasannya “siap pak, ada yang bisa dibantu?”
“Gini san, kayaknya bonus kali ini lu gak dapet dulu ya. Sejujurnya gua agak kecewa sama pekerjaan lu belakangan. Terutama kemaren masak gua sampek harus turun tangan benerin tangki sendirian?” ujar atasannya dengan wajah sedikit kecewa.
“Iya pak ndak papa, maaf ya pak kemaren saya sedikit keteteran” ujar pak Hasan menyesal.
“Yaudah sana balik kerja” atasannya melanjutkan.
Pak Hasan pun kembali bekerja, dan hari berjalan seperti biasanya tampak seperti tidak ada apa-apa.
Oke, gimana menurut kalian cerita diatas? Kenapa pak Hasan seperti tidak membela diri? Tapi karena cerita ini aku yang buat maka izinkan aku menjelaskan apa yang terjadi dengan beliau, kenapa beliau memilih untuk diam dan tidak membela diri.
Alasan utamanya karena pak Hasan tidak punya kuasa untuk merubah pemikiran atasannya, penjelasan apapun hanya akan terlihat seperti self defense, dalam situasi seperti ini beliau tau betul bahwa membela diri hanya akan menurunkan kredibilitasnya menjadi orang dengan banyak alasan.
Ironis memang, tapi itu yang terjadi. Di dunia kerja kadang orang yang berdiri diatas menara gading tidak pernah mengerti detail-detail kecil yang menjadi beban orang yang ada di bawah menara. Sedangkan menjelaskan keadaan di bawah menara kepada mereka yang ada di atas hanya sebuah tindakan sia-sia — kalo kata anak muda nggak relate.
Suka atau tidak, pak Hasan berada diposisi yang sulit. Membela diri untuk mempertahankan kredibilitasnya hanya akan membuat beliau seperti anak rebel yang nggak bisa diatur oleh orang tuanya. Dapet bonus nggak, dianggep ngeyel iya. Sooo, diam adalah jalan ninja yang bisa diambil.
Selain itu sebenarnya pak Hasan tidak merasa terluka oleh omongan atasannya — kenapa aku tau? Karena aku yang nulis, hahaha. Lo kok bisa? Lah kenapa mesti terluka, orang dia dibayar untuk menjadi seorang dokter kok. Kalo dia dikritik karena nggak bisa menjadi seorang teknisi, yaaaa nggak salah dong, mungkin memang dia harus meningkatkan skill teknisinya.
Disisi lain, kan emang pak Hasan adalah seorang dokter. Kadang menjadi sakit hati atau tidak itu pilhannya ada ditangan kita. Orang boleh melontarkan omongan apapun ke kita, tapi kita bisa memilih untuk menghindarinya dan baik-baik saja atau melawannya dan–kalo menang–kepuasan hakiki bisa kita capai.
Hehe, kadang masalah itu nggak semuanya harus dilawan, karena ada masalah yang bukan tandingan kita. Kita cukup mengambil jalan memutar dan menghindarinya, toh percuma dilawan, menang nggak dapet hadiah, kalah babak belur. Saranku untuk kalian, lawan lah masalah yang bisa kalian lawan 😉