Apa lawan kata SUKSES?
Narasi yang paling sering kita dengar dalam kehidupan kita sehari-hari adalah narasi tentang orang kaya dan orang miskin. Seolah-olah kekayaan dan kemiskinan adalah sesuatu yang memang berlawanan, bahkan tidak sedikit dari kita yang menganggap kemiskinan adalah sebuah masalah yang harus segera diselesaikan.
Beberapa bulan yang lalu, ada sebuah tweet yang mengatakan bahwa ada skill gap yang mengakibatkan banyak orang mengalami kesulitan dalam meraih kemapanan financial.
Intinya saya kurang setuju dengan pernyataan bahwa seolah-olah skill gap membuat seseorang kesusahan meraih kemapanan financial.
Pernahkah kita berfikir, bagaimana jika semua orang memiliki skill yang mumpuni dengan kemampuan berfikir yang kritis dan memiliki latar belakang pendidikan yang baik? Maka tidak akan ada orang yang mau digaji rendah, sederhananya nggak akan ada yang mau jadi kacung.
Keadaan yang terjadi saat ini terkait dengan narasi orang kaya dan miskin ataupun mereka yang berpendidikan dan tidak adalah tentang sebuah pembagian peran. Masing-masing dari kita memegang peranan penting dalam hidup, ada yang menjadi konsumen dan ada yang menjadi produsen.
Saya teringat sebuah pertanyaan yang pernah saya tanyakan sewaktu kecil dulu.
Kenapa semua orang nggak diciptakan jadi orang kaya saja kalau tuhan memang adil?
Jawaban orang tua saya kala itu adalah :
Kalau semua orang adalah orang kaya maka nggak akan ada kata kaya, coba bayangkan kenapa ada gelap? Bukankah karena kita mengenal terang?
Sering sekali kita merasa bahwa kemapanan adalah sebuah kasta. Semakin mapan kita maka kasta kita makin diatas, sedangkan semakin susah hidup kita maka semakin dibawah kasta kita.
Banyak orang menjadi depresi karena mereka merasa kesulitan mengejar tingkatan kasta yang ada diatas, bahkan tidak sedikit dari mereka yang mengorbankan kebahagiaan dalam hidupnya hanya untuk mengejar kasta teratas. Lupa kalau nasi goreng masih enak, tidur lelap adalah sebuah kenikmatan hanya untuk mengejar sebuah pengakuan.
Yak betul pengakuan, kaya dan miskin, pintar dan bodoh, ganteng dan jelek adalah sebuah pengakuan belaka. Bayangkan banyak sekali sekarang orang keluar uang puluhan bahkan ratusan juta hanya untuk dibilang ganteng/cantik. Banyak orang tua mengeluarkan uang puluhan juta hanya untuk memasukan anaknya ke sebuah instansi yang katanya “bergengsi” dengan dalih mas depan yang gemilang. Semua itu dilakukan hanya karena mereka ingin diakui.
Perjuangan orang dalam mencari sebuah pengakuan tidak hanya berhenti disini, banyak sekali dari kita yang rela mengorbankan waktu berjam-jam hingga berhari-hari untuk tidak tidur untuk mengejar karir. Pertanyaannya sederhana, apa yang kita harapkan dari karir kita? Kehidupan yang lebih layak? Kebebasan finansial? atau sebuah kalimat “wahhh, sekarang sudah sukses ya”?
Memangnya apa lawan kata dari SUKSES?
Sadari bahwa sukses bukan sesuatu yang memiliki lawan kata, karena jika kalian berfikir kegagalan adalah lawan kata dari sukses maka kalian salah. Karena kegagalan adalah komponen dari sebuah kesuksesan.
Terkesan klise, tapi sukses bukan sesuatu yang muncul dari sebuah pengakuan. Sukses dan tidaknya kita hanya kita yang tau, banyak dari mereka yang kita anggap miskin merasa sukses karena sudah berhasil mengantarkan anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang tinggi dengan segala jerih payah mereka.
Intinya, kesuksesan buka sebuah standart. Dan tidak ada standart dalam kesuksesan. Karena masing-masing orang berhak dan memiliki kewenangan utuh untuk membuat suksesnya masing-masing.
Maka berhentilah mencari pengakuan, karena pengakuan datang dari orang lain dan sukses tidak pernah datang dari orang lain. Kita tidak dilahirkan untuk memenuhi ekspektasi mereka, kita dilahirkan untuk menjalankan peran kita sekarang sebaik mungkin karena dibalik sebuah peran ada hasil yang ditunggu oleh peran yang lain.