6 Bulan

Light Bulp
15 min readJun 14, 2022

--

Photo by Tamara Gak on Unsplash

Malam itu terasa melelahkan sekali untuk Citra, dengan helaan nafas panjang sembari mengaduk secangkir kopi dia ngedumel “mas Surya jam segini belum pulang ngapain aja sih? Kerja kok nggak kenal waktu”.

Tak berselang lama pintu depan rumah terdengar seperti terbuka. Tak ambil waktu lama Citra segera keluar dari dapur dengan wajah cemberut dan menenteng secangkir kopi, “masss mas, jam segini baru sampek tu ngapain aja to dijalan?”

“Yooooo macet to dek, kaya ndak tau aja jalanan Jakarta” ucap Surya sambil menyesap kopi yang tak sepahit wajah istrinya.

Wajah cemberut Citra nampak tak memudar sembari membereskan barang bawaan suaminya. Belakangan keadan rumah memang sedang tidak kondusif, karena anak pertama dari pasangan ini sedang tumbuh gigi. Untuk Citra, rumah ini seperti tidak pernah istirahat.

Waktu menunjukan pukul 09:00 malam.

“Dek, besok aku berangkat pagi ya. Ada meeting untuk launching fitur” ucap Surya sembari menimang anaknya yang mulai mengantuk.

“Iyo mas, besok tak bangunin pagi, awas gak bangun” jawab Citra ketus.

“Kamu ki lapo to dek? Kok daritadi ketusss banget sama aku. Wong telat nyampek rumah ya wajar to, Jakarta kan emang macet” Surya mencoba menggali apa yang sebenarnya ada di batin sang istri.

“Mas, kamu tuh gak tau apa yang udah tak alami seharian. Kamu lo kerja ketemu temen, ketemu orang baru, la aku tiap hari ngurus anak, temenan sama panci. Kamu pulang telat malah minta dimaklumi, kalo tau macet yo pulang lebih cepet lah, coba ngertiin aku dong” sahut Citra sembari menarik selimut.

Surya seperti mengerti apa yang sedang dialami istrinya, dia tak banyak bicara karena dia tau jika ini diteruskan maka akan terjadi perang besar dan membuat anaknya akan semakin sulit tidur.

Kriiiiiinggggggg…..Kringggggggg ⏰

“Dek ayo bangun, katanya mau berangkat meeting pagi, itu di meja udah tak siapin sarapan sama kopi nya” Surya terlihat membangunkan istrinya dengan lembut.

“Opoooo to mas? Kamu sarkas ke aku?”

Surya seperti tidak mengerti maksud omongan ketus istrinya, “wes ayo ndang bangun, selak kesiangan”. Tak ambil waktu panjang Surya segera ke belakang melipati pakaian yang akan dicuci dan menyiapkan deterjen untuk mesin cuci.

“Mas, maaf ya semalem aku marah-marah ke kamu. Wes ndang sarapan, sini tak terusin lipetin baju nya, nanti kamu kesiangan” Citra mulai paham dengan maksud suaminya yang mencoba memperbaiki keadaan dengan membantu rutinitas paginya.

Surya makin tidak mengerti dengan tingkah istrinya, “Kamu tuh ngomong apa? Wes ndang sarapan selak kesiangan lo, iku lanyard udah tak taruh dimeja makan sama tas mu juga udah tak taruh disana”

Citra seperti orang aneh dirumahnya sendiri, dengan wajah yang sedikit mengantuk karena bangun terlalu pagi, dia menuju meja makan dan seperti disambar petir disiang bolong dia melihat sebuah lanyard dengan fotonya sedang tersenyum lebar. “Apa ini maksudnya?” ucapnya lirih.

Tak lama berselang, ada sebuah notifikasi masuk kedalam handphone Citra, disitu tertulis dari Andre, teman sekantor suaminya. Dia bingung disitu tertulis dengan jelas “Cit, bahan presentasi hari ini udah gua kirimin ke anak magang ya, ntar lu langsung keruangan atas aja”.

Sembari menggaruk kepala dia bergumam “Cit? Andre nggak salah orang ini?”

“Massssss, iki si Andre whatsapp aku. Salah kirim mungkin” sembari melahap nasi goreng buatan Surya.

“Salah kirip pie to dek? Wes ndang budal kerja, selak telat loh” Surya seperti bingung dengan tingkah istrinya.

“Kerja? Mosok aku sing kerja? Kan sampean yang kerja. Wes ah gausah aneh-aneh” jawab Citra ketus dan terasa kesal karena merasa sedang dikerjai oleh suaminya sendiri.

Hari itu menjadi hari yang sangat aneh untuk Citra, pertama lanyard yang ada fotonya, kedua suaminya terasa sangat lancar mengerjakan pekerjaan rumah dan nasi goreng buatannya terasa sangat sedap. Perasaan yang awalnya terasa dikerjai, sekarang dia penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Walaupun Citra merasa sangat dibodohi, dia mencoba meyakinkan hal yang dirasa tidak mungkin olehnya dengan mencari surat kontrak kerja suaminya. Tak makan waktu lama dia segera membuka lemari dan mengambil map yang berisi penuh dengan berkas-berkas penting darinya dan suaminya.

Mata Citra melotot seperti tidak percaya bahwa dia sedang melihat sebuah surat pengangkatan karyawan tetap yang tercantum namanya yang sudah terbubuhi tanda tangannya dan tanda tangan dari presiden direktur tempat dia dan suaminya dulu bekerja.

Citra dan Surya memang dulunya kerja satu kantor bersama, Citra dulu memiliki karir yang sama dengan Surya sampai akhirnya mereka memutuskan menikah dan dikaruniai seorang anak yang membuat Surya meminta Citra untuk resign dan fokus membesarkan anak.

Saat dia menengok ke foto pernikahan mereka yang terpajang diatas ranjang, betapa terkejutnya dia saat melihat posisi mereka tertukar. Seharusnya Surya berada di kanan berada disamping ibunya, tapi yang terjadi justru Citra berada disebelah kanan bersama sang mertua.

“DEK, buruannnnn keuburu macet loh” suara Surya memecah keheranan Citra yang sedang menatap foto pernikahan mereka.

“Eh iya iya, ini mau berangkat” badan Citra seperti bergerak sendiri seolah sudah tau apa yang harus dia lakukan dan kemana dia harus menuju.

Jam menunjukan pukul 10:00 siang.

Tak butuh waktu lama, Citra sudah tau meja kerja suaminya dan dia terkejut untuk kedua kalinya dimana dia menemui foto suaminya sedang HAMIL dan foto anaknya yang masih kecil. Yak bener suaminya HAMIL. Dan ini sudah cukup menjelaskan apa yang terjadi.

“Edannn, aku ketuker sama mas Surya” ucap Citra lirih.

“Kak Citra, presentasinya udah saya siapkan diruangan ya. Ini bahan yang kemaren kak Citra minta”

“Oh makasih Jul” Citra seperti bingung dengan siapa anak yang ada didepannya, dia tertolong oleh lanyard yang tergantung di leher bocah itu yang tertulis namanya, Julius.

Tak makan waktu lama Citra langsung menyadari bahwa anak yang ada didepannya ini adalah anak magang yang dimaksud Andre di chat tadi pagi. Dan seperti tau apa yang harus dia lakukan, Citra langsung mempelajari berkas yang diberikan Julius.

Karena memang basicnya Citra juga pernah bekerja sebelumnya, dia jadi sudah sangat familiar dengan pekerjaan kantoran. Walaupun terasa kagok sedikit saat presentasi tapi itu tidak menyurutkan semangat Citra karena adrenalin yang sudah lama tidak terpacu saat presentasi.

Belum lagi suaminya sering mengajak dia berdiskusi tentang pekerjaan yang sedang dia lakukan belakangan. Walaupun tidak banyak masukan yang bisa diberikan oleh Citra, tapi dia tau betul apa yang sedang dikerjakan suaminya.

“Gokil, akhirnya fitur ini kelar juga setelah 3 bulan lembur nggak karuan” terlihat seorang lelaki gempal teman suaminya — Andre — sedang menghela nafas panjang pasca semua peserta presentasi keluar ruangan dan menyisakan Andre dan Citra didalam ruangan.

Citra hanya tersenyum pertanda mengamini omongan Andre sembari berkemas untuk kembali ke meja dan melanjutkan pekerjaan yang harus diselesaikan hari itu juga.

“Cit rileks lah, jangan buru-buru. Nggak capek apa kerja mulu?”

“Ndre, kerjaan kalo nggak dikelarin ya nggak akan kelar” ucap Citra sembari geleng-geleng melihat kelakuan Andre yang terlihat sangat malas karena sudah menyelesaikan project besar.

Notifikasi handphone Citra tiba-tiba berbunyi ditengah kesibukannya sedang mengerjakan pekerjaan kantor yang melelahkan, “halo mas, kenapa?”

“Kamu mau pulang jamberapa? Apa mau nggak pulang sekalian?” terdengar suara Surya ketus.

Citra malas menanggapi rengekan suaminya, “mas aku hari ini lembur, ada kerjaan yang musti dikelarin cepet”

“Yaudah” Surya segera menutup telepon, terdengar suara anaknya samar-samar sedang merengek. Hati Citra bergejolak tiba-tiba mendengar anaknya merengek, lalu dia segera membereskan barangnya dan memutuskan untuk membawa pekerjaannya kerumah.

Jakarta memang nggak pernah istirahat, jalanan macet setengah mati. Mengingat Citra tinggal dipinggiran kota Jakarta, dia sadar bahwa mustahil bisa sampai rumah sebelum jam 9 malam mengingat masih ada beberapa titik kemacetan yang akan dilewati.

Sepanjang jalan ada kekhawatiran dibenak Citra kalau nanti akan dimarahi suaminya, tapi apa daya jalanan memang sedang tidak mendukung. Sekilas Citra merasa kesal karena Surya harusnya paham seberapa banyak pekerjaan kantor yang dia emban.

Tapi disisi lain kemarahan Citra meredam saat menemukan foto dia dan suaminya sedang menimang anak pertamanya didalam mobil. Dia tau suaminya sudah berjuang sangat keras untuk membesarkan dan mengurus anaknya dirumah. Bahkan dia paham betul betapa capeknya mengurus anak pertamanya itu.

Dannnn hei, Citra sekarang memiliki karir yang gemilang. Sesuatu yang sudah dia inginkan dari dulu dan harus dikubur karena harus mengurus anak. Jadiii untuk Citra omelan suaminya hanya sebuah iringan gitar listrik yang sedikit berisik demi menghiasi sebuah lagu agar terdengar merdu.

Tak terasa Citra sudah kembali ke rutinitas kantornya selama kurang lebih 6 bulan. Dia nampak sangat terbiasa dan lancar dengan semua pekerjaan kantor yang selama ini dia sudah lakoni dan lama rehat. Slip gaji demi slip gaji pun sudah dia terima.

Tapi anehnya tak satupun barang tertier yang bisa dia beli, setiap kali gajian rasa hati tak tega ingin mengeluarkan uang demi keperluannya sendiri. Bahkan tak jarang gajinya habis untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan memenuhi keinginan suami dan anaknya.

“Cit, ngelamun aja” Andre datang memotong lamunan Citra.

“Eh ndre, makan apa?”

“Biasa, gado-gado. Gimana suami? Masih ngomel mulu?” sebuah pertanyaan dari Andre yang membuat Citra sedikit terkejut.

“Tau darimana lu kalo suami gua ngomel mulu? Orang gua aja gapernah cerita” Citra kebingungan dengan pertanyaan Andre. Rasa kesal di wajahnya tak tertahan, berarti selama ini suaminya sering bercerita tentang dia yang suka ngomel dirumah. Mengingat dia sekarang bertukar peran dengan suaminya.

“Nggak pernah cerita gimana, orang lu ngomong ke gua kok kalo salah satu instrumen dari pernikahan ya omelan suami, masak lu lupa?” jawab Andre enteng sembari melahap kembali makan siangnya.

Citra cuma geleng-geleng kepala mendengar jawaban Andre yang tanpa beban ini. Dalam hati dia sudah siap menerkam suaminya dirumah yang ternyata selama ini membicarakan dia dibelakang bersama dengan teman kantornya.

“Cit, sini dong bentar, ini kerjaan tolong diberesin hari ini ya” panggil seorang pria paruh baya yang sering disebut bos di kantor ditempat Surya bekerja.

“Tapi pak, bahan presentasi yang kemaren gimana? Saya juga harus kelarin hari ini” sahut Citra memelas karena dia masih ada pekerjaan yang terpending karena beberapa hal.

“Udahhh urus aja pokoknya besok beres ya. Kerjaan gua juga banyak, gausah ngeluh kaya bocah lu” jawab bos ketus kepada Citra.

Wajah Citra sudah merah padam mendengar jawaban si bos yang seolah tidak tau beban pekerjaan Citra sedang banyak-banyaknya. Belakangan memang dia sedang bermasalah dengan si bos karena beberapa pekerjaan jadi terbengkalai karena tingkah bosnya yang kadang terlambat memberikan data pendukung.

Belum lagi hari ini dia menerima hasil penilaian tahunan dan hasilnya sangat mengecewakan yang mengakibatkan bonus tahun ini tidak bisa dia dapatkan. Citra tau betul bos memiliki anak kesayangan yang harus mendapatkan nilai bagus sehingga penilaiannya yang harus dikorbankan karena anak kesayangannya harus segera naik jabatan.

Politik kantor memang sangat pelik, Citra paham itu tapi entah mengapa sekarang terasa pelik dan menyesakkan secara bersamaan. Dulu Citra memutuskan untuk resign dan mengurus anak karena dia memang sudah tidak cocok dengan bosnya sehingga resign menjadi keputusan yang terdengar bagus untuknya.

“Pulang telat mulu dek, lagi banyak kerjaan?” sambut Surya ketus saat Citra baru saja sampai rumah.

Tak terasa Citra langsung duduk dan menyesap segelas teh yang sudah disiapkan suaminya. Dia juga tak menjawab pertanyaan suaminya yang terasa sedang mencari masalah. Citra merasa diam sepertinya menjadi solusi yang bagus untuknya.

“Aku langsung tidur ya mas” Citra mencoba mengalihkan pembicaraan agar tidak terjadi perdebatan yang tak diinginkan.

Mendadak wajah Surya berubah bingung karena melihat Citra memasang wajah lemas dan langsung masuk kamar tanpa mandi dulu dengan masih membawa tas kerjanya.

Surya membuka pintu kamarnya dan mendengar suara sesenggukan didalam kamar. Dia seolah mengerti apa yang sedang dialami istrinya, dan memutuskan untuk meninggalkan Citra sendiri terlebih dahulu.

Waktu sudah menunjukan pukul 01:00 malam.

“Mas, kok belum tidur?” Citra keluar dari kamar terbangun dan berniat untuk membersihkan badan karena dia tertidur setelah menangis berjam-jam dan belum sempat membersihkan badan sepulang dia bekerja.

“Iyo dek, lagi beresin barangmu buat besok pagi berangkat kerja. Kamu besok ada meeting pagi to?” jawab Surya polos.

Citra hanya mengangguk dan melanjutkan untuk membersihkan badannya yang sudah terasa sangat lengket karena keringat menembus jalanan Jakata yang sangat melelahkan.

30 Menit tak terasa Surya masih membereskan barang yang harus dibawa istrinya besok pagi. Dan betapa kagetnya Surya saat tiba-tiba dipeluk istrinya dari belakang — ini jam 1 pagi lo, kalo yang meluk setan gimana?

“Ke…kenapa dek? Bikin kaget aja kamu”

“Nggak papa mas, udah lama aku nggak peluk kamu. Makasih ya” ucap Citra lirih sembari mencium pipi suaminya.

“Makasih opo to dek? Aku yang makasih, kamu wes sabar ngadepin aku yang cerewet” jawab Surya malu-malu — disini kenapa Surya jadi kayak bencong ya.

“Makasih mas...makasih” Citra tak tahan lagi membendung air mata yang sudah diujung. Dia sesenggukan dipelukan suaminya, entah apa yang selama ini dia rasakan, tapi semua keanehan yang terjadi selama 6 bulan belakangan sepertinya membuat dia lelah.

Malam itu merupakan malam yang sangat melelahkan untuk Citra, tenaganya habis dikuras oleh ramainya Jakarta dan batinnya habis dikuras oleh politik kantor yang melelahkan.

Pagi telah menyongsong, semua perlengkapan kerja Citra sudah rapi diatas meja makan lengkap dengan hidangan nasi goreng kesuakaannya.

“Mas aku besok mau ngambil cuti seminggu, kita pulang kampung ya ketemu ibuk” ucap Citra sembari mengunyah nasi goreng buatan suaminya itu.

Surya seolah tau kalau istrinya sedang dalam sebuah masalah yang dia sendiri tak ceritakan kepadanya. Surya pun mengiyakan permintaan istrinya, mengingat memang mereka sudah tidak pulang selama 2 tahun dikarenakan pandemi covid melanda.

“Siap dek, ntar tak pesenin tiket pesawatnya”

Tak terasa sarapan Citra sudah habis tanpa sisa, dan dia segera berberes sebentar untuk berangkat ke kantor. “Yowes aku berangkat ya mas, Assalamualaikum” sembari mencium kening suaminya yang sedang mengiris wortel didapur — tuh kan kayak bencong.

Dua hari berselang Citra dan keluarganya sudah berada di bandara bersiap untuk terbang ke Solo dan akan melanjutkan perjalanan ke kota Blitar. Karena Citra bertukar badan dengan Surya maka mereka memutuskan untuk pulang ke rumah orang tua Surya yang sekarang jadi orang tua Citra di Blitar — anjir jadi bingung sendiri aku.

“Ibukkkk, gimana kabarnya” Citra langsung memeluk mertuanya yang sekarang jadi orang tuanya.

Oke, karena aku bingung sendiri, jadi mari kita sebut orang tua Surya tetap sebagai mertua dari Citra.

Baikkk ndukkkk, balek kampung kok ndak ngomong-ngomong” sahut mertuanya dengan nada yang sangat kangen karena sudah 2 tahun tidak bertemu.

Siang itu mereka bercengkrama cukup lama melepas kangen karena sudah lama tidak bertemu. Dulu sebelum pandemi melanda, mereka selalu menyempatkan pulang kampung 1 tahun setidaknya satu kali disaat lebaran tiba.

Kampung mertua Citra memang kecil, jadi tidak banyak yang bisa dilihat disini kecuali hamparan sawah yang luas dan membentang yang terlihat sangat instagramable untuk orang kota seperti Citra dan Surya. Saking noraknya mereka melihat bentangan sawah yang hijau, mereka sampai lupa rasa capek diperjalanan dan segera mengambil banyak foto untuk stock update Instagram Story nya.

Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 4:00 sore dan mereka diharuskan segera mandi dan bersiap untuk menunaikan sholat magrib di musholla. Kebiasaan di desa memang seperti itu, sholat magrib memang selalu ditunaikan di mushola kampung.

Sepulang Citra dari mushola, dia sudah melihat suaminya berberes didapur bersama dengan ibunya menyiapkan makan malam untuk dia dan anaknya. “Nduk ayo makan, wes itu sajadah sama mukena nya taruh situ aja” ibu mertuanya menyambut kepulangan Citra dengan menenteng semangkuk sayur asem yang sudah dimasak oleh Surya.

Malam itu mereka sekeluarga makan dengan lahapnya, terlihat wajah ibu mertua sumringah bisa kedatangan anak dan menantunya dari luar kota. Mereka berbincang dengan sangat asik sampai beberapa jam kedepan, bahkan makanan yang sudah habis pun sudah berganti dengan camilan pisang goreng menemani perbincangan seru mereka.

Jam sudah menunjukan pukul 09:00 malam, Citra melihat ibunya sedang duduk didepan rumah sembari menyerut bambu karena beliau sedang dalam progress membuat sebuah dipan tempat tidur. Ibu mertua memang sangat lihai dalam membuat barang furnitur dari bambu.

“Buk mboten tidur to? Sudah malem lo”

“Eh nduk, duduk sini sebentar” ibunya tidak menjawab pertanyaan basa-basi Citra. Terlihat rautnya sedang ingin membicarakan hal yang serius.

“Ono opo? Kene cerito sama ibuk. Kamu pasti ada masalah to?”

“Opooo to buk, kaya peramal aja sok sok an tau aku ada masalah” sanggah Citra dengan wajah yang meragu.

“Nduk, ibuk sudah kenal kamu lama, raut wajahmu pas pertama kali dateng nggak bisa bohong” sahut ibu mertua dengan yakin. “Surya to?” lanjut ibunya lirih.

“Ndakkk buk, mas Surya baik kok sama aku. Ini masalah kantor buk biasa” Citra terlihat sudah mulai membuka diri sembari memainkan tangannya.

“Kenopo kantor? Ada masalah apaaa?”

“Aku capek buk, dikantor banyak banget orang yang mukanya dua, bos juga kelakuannya kaya dajjal” gerutu Citra.

“Hush ndak boleh ngomong gitu, dajjal juga gamau dibandingin sama dia” sahut ibu mertua sambil tertawa tipis. “Nduk, jadi kepala keluarga itu memang ndak gampang, dulu pas bapakmu masih ada, beliau pernah nggak makan biar ibuk sama kamu bisa makan. Waktu itu dagangan kerupuknya ndak banyak yang laku”

“Loh ibuk tau darimana bapak ndak makan?” Citra mulai penasaran.

“Yo gampang to nduk, bapakmu kui ndak bisa bohongin ibuk. Dia ngomong udah kenyang tapi perutnya bunyi krucukk krucukk gitu kok” air mata bening mulai terlihat dipojok mata ibu mertua. “Ibuk ndak mau menyinggung pengorbanan bapakmu, jadi yo ibuk makan sama kamu dengan lahap”

Citra tak sanggup menahan air matanya dikarenakan dia tau betul kesedihan dan kerinduan ibu mertua terhadap bapak. Walaupun ini dunia terbalik untuk Citra, tapi dia tau betul ibu mertua adalah orang yang bisa menghormati bapak. Dia langsung memeluk ibu mertua dengan erat.

Tak terasa Citra sudah berjam-jam bercerita dengan ibu mertuanya dan jam sudah menunjukan waktu lewat tengah malam. Dia segera pamit untuk masuk kedalam untuk tidur. Sesampainya dikamar dia segera merebahkan badan dan melihat wajah Surya yang sudah terlihat kecapek an tidur disebelah anaknya.

Dia ingat betapa melelahkannya mengurusi anak dan secara bersamaan memasak makan malam untuk suami. Dia bahkan ingat bahwa dia sempat menyesal menikah karena Citra merasa tidak memiliki tubuhnya lagi. Maka tak heran dia sering banget ngomel ke suaminya karena dia merasa suaminya tak membantu sama sekali dirumah.

Pagi menyongsong, Citra dibangunkan oleh Surya dan menemui anak mereka tidak dirumah lagi. Panik wajah Citra dan Surya, tapi tak berselang lama tetangga sebelah rumah datang mengetok sembari mengantarkan makanan dan mengabari bahwa anak mereka sedang ke pasar dengan neneknya.

Lega rasanya Citra dan Surya tau bahwa anaknya keluar dengan sang nenek. Citra pun mencoba memanfaatkan waktu berdua dengan sang suami dengan mengajak sang suami berjalan ke sawah dan menikmati pemandangan.

Setelah memutuskan untuk berjalan-jalan ke sawah mereka pun segera berangkat dengan membawa sebuah rantang berisi nasi putih dan telur dadar yang akan mereka makan di gubuk di tengah sawah.

Beberapa jam mereka menikmati sawah dengan berfoto-foto, akhirnya mereka lapar dan memutuskan untuk sarapan disebuah gubuk kecil. Hari itu hari memang sedang mendung, ditengah sarapan turun hujan rintik-rintik kecil.

“Mas, kamu capek nggak?” tiba-tiba Citra membuka sebuah omongan dengan pertanyaan aneh.

“Capek opo dek?” jawab Surya dengan wajah bingung.

“Yaa ngurus anak, ngurus rumah dan sebagainya, capek ndak?”

“Kalo ditanya capek yo capek dek, tapi mau gimana lagi, kalo rumah sama anak ndak diurus mau jadi apa? Kan kamu juga udah kerja seharian” jawab Surya polos.

“Maaf ya mas…” Citra meneteskan air mata sembari menyuap nasi.

“Maaf kenapa? Kamu kenapa to? Belakangan kok aneh banget” Surya menghentikan suapannya dan memasang wajah yang lebih serius sembari menahan Citra untuk menghentikan suapannya berharap mereka bisa berbicara dengan lebih jelas.

“Maaf mas aku ndak pernah nanyain kamu capek apa ndak? Ndak pernah nanyain perasaanmu, ndak pernah mau tau keadaan mu di kantor…” Citra nampak tak bisa melanjutkan omongannya karena menangis sesenggukan.

Citra terbesit sebuah kejadian dimana suaminya selalu menanyakan keadaannya setiap kali dia membuat masalah dirumah. Bahkan suaminya dulu selalu memberikan ruang untuk dirinya mengeluarkan uneg-unegnya dengan marah-marah nggak jelas ke suaminya. Sekarang dia tau bahwa suaminya juga punya masalah.

Surya segera menarik Citra ke pelukannya. Dia tidak mengerti apa yang dibicarakan istrinya, tapi Surya tau bahwa istrinya sedang dalam tekanan yang berat.

Saat Citra sudah dipelukan Surya, Citra menangis sejadi jadinya “aku capek mass…capek harus mendem ini semua sendiri. Aku ngertii mas sekarang aku ngertii”. Pagi itu merupakan saat dimana Citra belajar banyak hal dan menumpahkan semua perasaannya selama 6 bulan belakangan. Sekaligus meninggalkan banyak pertanyaan dikepala Surya.

“Dek kok kamu nggak bangunin aku? Duh telat ini aku masuk kantor” Surya membangunkan Citra terburu-buru.

Dengan mata sembab, Citra terbangun dengan terkejut juga. Dia segera turun dari kasur dan mandi bersiap untuk berangkat ke kantor. Surya pun heran dengan kelakuan istrinya “mau kemana kamu? Ini aku udah mau telat loh, itu ambilin tasku tolong”

Citra seperti paham dengan keadaan yang sedang terjadi, dia segera lari kedalam kamar dan membuka map yang berisi surat pengangkatan suaminya dan benar saja disitu tertera nama suaminya dan ada tandatangan suaminya. Setelah itu dia segera menengok foto pernikahannya dan benar saja posisi suaminya berada disebelah kanan didekat ibu mertuanya.

“Wehhhh, udah balikkkk udah baliiikkk” Citra teriak kegirangan keluar kamar sembari membawakan tas kerja milik Surya dan segera memeluk Surya sembari memberikan kecupan tipis ke bibir.

Surya yang kebingungan dan udah hampir terlambat, hanya bisa tersenyum dan pamit kepada istrinya “heh, yowes aku mau berangkat, aneh kamu tuh. Assalamualaikum”. Citra hanya tersenyum girang dan menyambut tangan suaminya dan menciumnya tipis.

Siang harinya Citra sengaja mendatangi kantor Surya untuk mengantarkan bekal makan siang untuk suaminya.

“Eh Cit, ngapain kesini?” tanya Andre yang baru keluar dari lift dan papasan dengan dirinya.

“Oh, mau nganter makan siang buat Surya”

“Ohhhhh kelupaan bekelnya nggak dibawa? Kalian ini kaya manten baru deh tiap hari suami dibekelin istri mulu, jadi iri dehhhh” ujar Andre kecentilan dengan Citra.

“Emang mas Surya nggak pernah makan siang sama kalian?” Citra keheranan.

“Kagaakkkk, Surya tuh doyannya masakan lu doang, mana mau dia makan makanan nggak higenis di kantor” ucap Andre polos.

Citra jadi makin keheranan, karena selama beberapa bulan belakangan dia nggak pernah ngasih bekel ke Surya karena sudah kerepotan ngurus anak dirumah. Tak makan waktu lama dia segera naik lift ke meja Surya, dan dia mendapati suaminya sedang tidur siang dibangku kerjanya sendirian di jam makan sian.

Ada bulir air diujung mata Citra melihat keadaan suaminya, memang belakangan keluarganya sedang berhemat untuk keperluan pengobatan ibu mertua karena beliau memang sedang perawatan jantung. Tapi dia nggak menyangka kalo suaminya sampai menahan diri untuk nggak makan siang.

Segera Citra mengusap bulir air matanya dan mendekat ke suaminya, Kruuuuukkkkkk…krukkkkkkkkkk terdengar dari perut suaminya yang sedang tidur. Segera dia menggoyangkan pelan badan suaminya yang sedang tidur “masss bangun mass”.

Kaget Surya melihat istrinya sedang berada disebelahnya dan membawa sebuah bekal makan siang. “Loh dek, ngapain disini?”

“Yooo mau ngajak makan siang to mas, ayok makan siang, ini aku udah bawain makanan kesukaanmu” sembari menyodorkan bekal yang sudah Citra buat.

“Hehe, kebetulan aku juga laper dek. Yok makan bareng, temenin mas makan siang” tawar Surya kepada istrinya.

Siang itu mereka makan bersama dan bersenda gurau ditengah kantor yang sepi karena pegawainya sedang istrahat makan siang.

Selesai…

--

--

Light Bulp
Light Bulp

Responses (1)